Sabtu, 28 Februari 2015

Indeks Topik

Petunjuk Pemanfaatan Blog

Topik Nahwu Shorof

Topik 1: Dzalika al-kitaabu
Topik 2: Nakiroh Ma'rifah
Topik 3: Membentuk Kalimat Sempurna
Topik 4: Membentuk Kalimat Sempurna (lanjutan)
Topik 5: Huruf Jar
Topik 6: Rumah Pria Besar
Topik 7: Tinjau ulang topik 1 s/d 6
Topik 8: Mengimani, Mendirikan, Rezkikan, Menginfakkan
Topik 9 : Dia, Dia Berdua, Mereka
Topik 10: Tinjau Ulang Kata Kerja (Fi'il)
Topik 11: Kata Kerja Lampau (KKL) Pasif
Topik 12: Surat Al-Baqarah ayat 4
Topik 13: Muannats, Mudzakkar, Mufrod, Mutsanna, Jamak
Topik 14: Kalimat Pertanyaan
Topik 15: Kalimat Berita Negatif
Topik 16: Kalimat Perintah Larangan
Topik 17: Kata Kerja Perintah
Topik 18: Tolonglah!
Topik 19: Al-Baqaroh 12 & Manfaat Kamus
Topik 20: FASADA atau AFSADA? NAZALA atau ANZALA?
Topik 21: MUSLIM dan Pola DSK
Topik 22: KKT I, dan KKT II
Topik 23: Latihan Al-Fatihah ayat 1 & 2
Topik 24: Latihan Al-Fatihah ayat 4
Topik 25: Mari Berbahasa Nabi
Topik 26: Surga Tidak Berlari
Topik 27: Latihan Al-Fatihah ayat 5
Topik 28: Latihan Al-Fatihah ayat 5 & KKT 8
Topik 29: Latihan Al-Fatihah ayat 6 & Mengulang Fi'il Amr
Topik 30: Latihan Al-Fatihah ayat 7 - KKT 8
Topik 31: Latihan Al-Fatihah ayat 7 - Al Maghdhub
Topik 32: ASAL-USUL KURSI
Topik 33: Mu'jizat
Topik 34: Erosi Makruh dan Sunnah
Topik 35: Tarhib dan Targhib Ramadhon
Topik 36: Ramadhon, Shaum, Idul Fitri
Topik 37: Latihan Surat Al-Ikhlas
Topik 38: Latihan Surat Al-Ikhlas, Tema: Mashdar
Topik 39: Idul Fitri tahun 2030
Topik 40: Latihan Surat Al-Ikhlas, Tema: Mashdar Lanjutan
Topik 41: Latihan Surat Al-Ikhlas Ayat 1
Topik 42: Latihan Surat Al-Ikhlas Ayat 1 (lanjutan)
Topik 43: Latihan Surat Al-Ikhlas Ayat 2
Topik 44: Huruf Penyakit
Topik 45: Penyakit pada 'Aa-i-din dan Faa-i-zin
Topik 46: Maaf Zhaahir Baathin
Topik 47: Latihan Surat Al-Ikhlas ayat 3, JAZM
Topik 48: Latihan Surat Al-Ikhlas ayat 3, KKS Pasif
Topik 49 : YA ANITA & RUMUS U-A, U-I
Topik 50: Latihan Surat Al-Ikhlas ayat 4
Topik 51: Makna Kaana
Topik 52: Latihan Surat Al-Ikhlas ayat 4, Fungsi Kaana
Topik 53: Efek Waktu & Kehebatan Bahasa Arab
Topik 54: Latihan Surat Al-'Ashr (Pendahuluan)
Topik 55: Fungsi dan Kedudukan WAW
Topik 56: Fungsi Inna
Topik 57: Pendalaman masalah Mubtada’ dan Khobar
Topik 58: Inna dan saudara-saudaranya
Topik 59: Jenis-Jenis Khobar
Topik 60: Khobar Muqoddam
Topik 61: Latihan Surat Al-‘Ashr ayat 2 dan 3
Topik 62: Lanjutan Latihan Surat Al-‘Ashr ayat 3
Topik 63: Jamak Muannats Salim
Topik 64: KKT-4 (Kata Kerja Turunan ke 4)
Topik 65: An si Jembatan
Topik 66: KKS Nashob (Kata Kerja Sifat)
Topik 67: Latihan Surat An Nashr
Topik 68: Mengulang Mudhof Ilaih
Topik 69: Mudhof Ilaih (Lanjutan) - Pembesar Penjahat
Topik 70: Latihan Surat An-Nashr ayat 2, Adverb
Topik 71: Haniifan Musliman
Topik 72: Latihan Surat An Nashr ayat 3
Topik 73: The ustadz's book: Lanjutan topik Mudhof
Topik 74: Pertanyaan dari Malaysia
Topik 75: Istaghfir!
Topik 76 : Past Perfect Tense
Topik 77: Kalimat Pasif (lanjutan I)
Topik 78: Kalimat Pasif KKT 5
Topik 79: Format Baru
Topik 80: Jawaban Pertanyaan
Topik 81: Sallim
Topik 82: Muhrim
Topik 82a: Asal kata IKLAN
Topik 83: Sampai ke Aspal
Topik 84: Kuntum Khaira Ummatin
Topik 84a: Lam Yakun Alladzi
Topik 85: Haram, Hurum, Ihram
Topik 86: Apa itu tashrif?
Belajar Bahasa Arab Sederhana dari Google Translate
Video Learning Arabic Grammar


Topik Hisab Rukyat

Tutorial I: Idul Fitri 2007, Akankah Kita Berbeda Lagi?
Tutorial II: Software Hisab Rukyat
Idul Fitri tahun 2030
Idul Fitri tahun 2011 : Mengapa kita (masih) berbeda?

Topik Muhasabah

Keutamaan Bismillah
Kagum kepada Sang Khaliq
Bersama Dalam Kebaikan
Perlunya Sifat Lemah Lembut dalam Bernasehat


Selasa, 25 November 2008

Topik 86: Apa itu tashrif?

Bismillahirrahmanirrahim.

Istilah Nahwu Shorof sering diidentikkan dengan tatabahasa arab. Dunia seputar bahasa arab, sekurangnya meliputi tiga hal: nahwu, shorof, dan balaghoh. Nahwu membicarakan mengenai hukum-hukum huruf, kata, dan kalimat, dan bagaimana bunyi akhir dari sebuah kata. Sedangkan shorof membicarakan bagaimana perubahan bentuk suatu kata kerja dari bentuk past, present, dan perintah, dan perubahan bentuk kata kerja ke kata benda turunan, dan juga perubahan bentuk kata kerja sesuai pelaku dari perbuatan tsb. Sedangkan balaghoh membicarakan tentang keindakan suatu bahasa, atau lebih memperhatikan aspek sastra dari bahasa tsb.

Inti sari nahwu adalah i'rob. Sedangkan intisari shorof adalah tashrif.

I'rob إعرب berasal dari 'arab عرب, sering disebut dengan "arabization" atau "peng-arab-an". Mengapa disebut "peng-arab-an"? Karena bahasa arab sangat kaya dengan perubahan bunyi akhir dari sebuah kata. Ambil contoh.

أذهب إلى المسجد - adzhabu ilal masjidi : saya sedang pergi ke masjid

Kata "masjid" disini dibaca "masjidi". Kenapa bukan "masjidu", atau "masjida", atau "masjidun" atau bukan "masjidan", ataupun "masjidin"? Karena begitulah aturan nahwu-nya.

Kalau kata masjid itu digunakan dalam kedudukan lain:

المسجد كبير - al-masjidu kabiirun

Disini "masjid" dibaca, "masjidu". Tidak "masjidi", atau yang lainnya. Kenapa bisa begitu? Ya karena begitulah peraturan nahwu arabic fusha (tata bahasa Al-Quran).

Terlihat bahwa, yang jadi fokus adalah cara membaca dari akhir kata, apakah berakhiran, "u" -- seperti "masjidu", atau "i" -- seperti "masjidi". Ini lah yang kita sebut dengan i'rob (arabization).

Shorof

Mengetahui i'rob belum cukup. Kita harus mengetahui shorof. Shorof ini menjelaskan perubahan bentuk kata kerja.

Seperti:

أذهب إلى المسجد - adzhabu ilal masjidi : saya sedang pergi ke masjid

Disini digunakan kata أذهب - adzhabu untuk menekankan bahwa pekerjaan "pergi" itu belum selesai.

Jika sudah selesai, maka kata kerja adzhabu berubah jadi dzahabtu.

ذهبت إلى المسجد - dzhabtu ilal masjidi : saya sudah pergi ke masjid

Ada lagi perubahan dari kata kerja ke kata benda. Contoh:

ذهب - dzahaba : pergi --> kata kerja
ذاهب - dzaahibun : orang yang pergi --> kata benda

Nah perubahan dari bentuk adzhabu ke dzahabtu inilah yang dibahas oleh Shorof. Demikian juga perubahan dari kata kerja ke kata benda ini juga dibahas dalam Shorof.

Dua hal ini (perubahan kata kerja past ke present, dan, perubahan kata kerja ke kata benda) disebut dengan Tashrif Ishtilahi.

Shorof, juga membahas perubahan bentuk kata kerja jika pelakunya berubah. Seperti dalam contoh sebelumnya, untuk pelaku "kami".

ذهبنا إلى المسجد - dzhabnaa ilal masjidi : Kami sudah pergi ke masjid

Perubahan yang seperti ini disebut Tashrif Lughowi (perubahan kata kerja karena berubahnya pelaku).

Demikian sepintas tentang pembahasan, apa itu tashrif.

Wallahu a'lam.

Senin, 24 November 2008

Topik 85: Haram, Hurum, Ihram

Bismillahirrahmanirrahim.

Jawaban untuk pertanyaan Om Im.

Kata Haram, Hurum, Ihram, Muhrim, Mahrum, Mahram, dst berasal dari akar kata yang sama, yaitu:

حرم - haruma : menjadi terlarang

Bagaimana bentuk perubahan, atau tashrifnya?

Kata حرم - haruma, bentuk mudhory' (present tense) adalah يحرم - yahrumu, dengan mashdar ada beberapa bentuk: حرم - hurmun , حرم - hurumun, حرمة - hirmatun, dan حرام - haraamun. Semua ini artinya: menjadi terlarang.

Nah, kata mashdar حرام (haraam) ini yang sering dipadankan dengan sebagai lawan kata dari حلال (halaal)

Contoh penggunaan kata kerja-nya:
حرمت السحور على الصائم : harumat assahuuru 'alaa asshooimi (Sahur itu menjadi terlarang bagi yang berpuasa)

حرمت المرأة على زوجها : harrumat al-mar-a-tu 'alaa zaujihaa (Wanita itu menjadi terlarang bagi suaminya)

Sedangkan kata mashdar حرام - haraam, yang berarti "yang haram" adalah bentuk singular, dan bentuk pluralnya adalah حروم - huruum.

Contohnya:

الارضى الحرام - al-ardh al-haraam : tanah terlarang, tidak dikuasai, neutral zone
البيت الحرام - al-bayt al-haraam : rumah terlarang (Ka'bah), terlarang bagi non-muslim
الشحر الحرام - asy-syahr al-haraam : bulan haram, terlarang berperang
الاشحر الحروم - al-asyhur al-huruum : bulan-bulan haram

Kalau kita teruskan, maka kita dapatkan bentuk isim fa'ilnya (kata benda pelaku) adalah حارم - haarimun, dan isim maf'ulnya (kata benda objek) محروم - mahruum. Dan bentuk isim zaman (kata benda keterangan terjadinya perbuatan) atau isim makan (kata benda tempat terjadinya perbuatan) adalah محرم - mahram. Kata mahram ini artinya "terlarang", juga berarti "orang yang haram dinikahi". Jamaknya محارم - mahaarim.

KKT-1

Bentuk KKT-1 (kata kerja turunan ke 1), adalah:

أحرم - ahrama : mengharamkan, dengan bentuk mudhory' يحرم - yuhrimu, dan mashdarnya adalah إحرام : ihraam.

Kata mashdar ihraam, ini arti asalnya adalah "hal pelarangan", atau "hal pengharaman". Kata ini, dipakai pada umumnya untuk menyebut:

تكبيرة الإحرام : takbiiratul ihraam

Takbir "pengharaman": artinya dari takbir ini sholat dimulai, dan diharamkan melakukan yang membatalkan sholat.

Kata الإحرامihraam juga berarti menyengaja untuk memulai ibadah haji atau umrah. Di Al-Quran dikatakan, jika berhaji diharamkan (di-ihraam-kan) perbuatan rafats (berkata kotor), fusuq (berbuat dosa), dan jidal (berbantah-bantahan).

Kalau kita teruskan bentuk KKT-1 ini maka kita akan bertemu dengan bentuk:

محرم - muhrim (orang yang berihram), atau bisa juga menjadi isim fa'il dari kata ahrama, yang bisa berarti "sesuatu yang mengharamkan".

KKT-2

Bentuk KKT-2 (kata kerja turunan ke 2), adalah:
حرّم - harrama : mengharamkan

Secara fungsi mirip dengan KKT-1. Sedangkan perubahannya:
mashdar: تحريم - tahriim : hal pengharaman
isim fa'il: محرّم - muharrim : yang mengharamkan
isim maf'ul: محرّم - muharram : yang diharamkan

Kata muharram ini kemudian diambil jadi nama bulan, yaitu bulan pertama kalender Islam, yang mengharamkan terjadinya perang dalam bulan tsb.

Sebenarnya masih banyak KKT berikutnya, tapi saya cukupkan 2 KKT saja, dan itupun kata bentukan dari dua macam KKT tsb juga banyak sekali.

Semoga Om Im tidak bingung. Kalau iya, silahkan bertanya lagi.

Wassalam.

Senin, 25 Agustus 2008

Topik 84: Lam Yakun Alladzi

Bismillahirrahmanirrahim.

Pertanyaan dari Pak Amril tanggal 25/8/2008:

Tolong di bahas ayat berikut ini dong,

Lam yakunil .... dst.

Yang artinya:

Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata, (QS. 98:1).

Saya kesulitan mengartikan "Lam Yakun" Kalau harfianya kan "Tidak akan menjadi(dia sedang/akan membuat menjadi jadi)" tapi kok susah banget nyambungin dengan terjemahan diatas?


Insya Allah saya akan jawab semampunya.

Memang urusan menarjamakan KAANA ini agak sedikit merepotkan di awalnya. Tapi kalau sudah terbiasa, akan dapat "feeling"nya, dalam menarjamah.

LAM YAKUN لم يكن

Secara harafiah, LAM sering diterjemahkan dengan "tidak" atau "belum". Sedangkan KAANA sering ditarjamahkan "adalah".

Nah, saya menduga penanya menganggap YAKUN sama dengan KUN, yang artinya "menjadi". Seperti dalam kalimat KUN, FA YAKUUN (Jadilah! Maka menjadilah dia).

Sebenarnya tidak demikian. Kalau secara harafiah: kata KUN FAYAKUUN itu tarjamahnya: Menjadilah! Maka dia adalah. Hehehe... bingung kan? Oleh karena itu kadang, lebih "aman" kata KAANA itu dibayangkan saja dalam pikiran dengan sbb: seseorang/sesuatu menjadi pada kondisi tertentu diwaktu lampau (KAANA) atau di waktu sekarang (YAKUUNU). Sehingga, KUN FAYAKUUN, dapat dibayangkan: Jadilah! Maka benda itu menjadi dalam kondisi tertentu.

Kalau kita lihat tashrif كان adalah:

كان - يكون : kaana - yakuunu

Kaana, yakuunu sendiri bisa ditarjamah dengan banyak cara:
1. Tidak ditarjamahkan
2. Ditarjamah dengan kata "dulu dia ...", atau "senantiasa dia"
3. Ditarjamah dengan kata "adalah"

seperti: وكان الله عليما حكيما - wa kaana Allahu 'aliiman hakiiman

Bisa diterjemahkan:
1. Dan Allah Maha Tahu lagi Maha Adil
2. Senantiasa Allah Maha Tahu lagi Maha Adil
3. Adalah Allah Maha Tahu lagi Maha Adil

Jika dilanjutkan, ke bentuk fi'il amr (perintah): berubah menjadi

كن - kun : Jadilah (engkau)!

Kalau patokan utama kita KAANA ditarjamah "adalah", maka bentuk perintah dari KAANA menjadi "Adalah!" atau "Senantiasalah!", yang bisa diartikan sebagai perintah untuk menjadi ke dalam sesuatu kondisi. Oleh karena itu fi'il amr-nya (yaitu كن ): selalu diterjamahkan "Jadilah!"

'Ala kulli haal, kata KAANA itu selalu menceritakan tentang kondisi atau situasi.

Jadi kalau yang ditanyakan:
Saya kesulitan mengartikan "Lam Yakun" Kalau harfianya kan "Tidak akan menjadi(dia sedang/akan membuat menjadi jadi)" tapi kok susah banget nyambungin dengan terjemahan diatas?


Maka kalau mau diperhalus, dapat ditarjamah: tidak akan menjadi dalam kondisi sesuatu (dia).

Nah kata (dia) ini perlu di curigai, apakah betul (dia) atau (mereka). Mengapa?

Karena kata kerja dalam bahasa arab jika diawal kalimat tidak menggambarkan jumlah pelaku (selalu orang ke 3 tunggal).

Contoh:

المسلمون يذهبون : al-muslimuuna yadzhabuuna - Orang-orang muslim telah pergi.

Kalau kata kerjanya kita kedepankan, maka kata kerjanya berubah menjadi orang ke 3 tunggal.

يذهب المسلمون : yadzhabu al-muslimuuna - Orang-orang muslim telah pergi.

Jadi dugaan dari Pak Amril:

"Tidak akan menjadi(dia sedang/akan membuat menjadi jadi)"


masih kurang pas, karena kata yang dalam kurung (dia), semestinya dilihat dulu kedepan.

Ternyata didepannya ada kata الذين : alladziina - mereka yang.

Artinya kata YAKUN disini, walau secara individual merujuk kepada (dia - satu orang [he]), akan tetapi karena letaknya diawal kalimat, maka kita lihat dulu, kata kerja YAKUN ini menjelaskan kondisi siapa? Ternyata yang dijelaskan kondisi orang-banyak (mereka [they]). Maka lebih tepat YAKUN ini kita tarjamah: tidak akan mereka menjadi dalam kondisi tertentu. Lihat bahwa subjeknya adalah "mereka", bukan "dia".

Nah, untuk memperhalus tarjamah kita, ingat lagi teori KAANA: Setiap ada KAANA, pasti (atau biasanya selalu) ada MUBTADA (subjek) dan KHOBAR (prediket) setelahnya.

Kalau kita lihat ayatnya:

لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ مُنْفَكِّينَ حَتَّى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ

Maka Mubtada berawal dari alladziina kafaruu min ahlil kitaabi wal musyrikiina.

Itulah mubtada (subjek)nya. Lalu mana Khobar (prediket)nya?

Prediketnya adlaah kata منفكين - munfakkiina : tercerai, terbuka, terlepas, terurai (Kamus Muh. Yunus).

Akar kata dari منفكين adalah فكّ - fakka, yang artinya menanggalkan, melucuti, menceraikan (Kamus Muh. Yunus).

Lalu mendapat imbukah alif nun, menjadi انفكّ - in fakka (LIHAT PEMBAHASAN KKT-6). Kata infakka ini artinya: tercerai, terbuka, terlepas, terurai.

Sebagai tambahan informasi untuk KKT-6, biasanya tarjamah KKT-6 ke bahasa kita mudahnya dengan menambah awalan ter-KataKerja. Contoh: كسر - kasara: pecah, maka انكسر - inkasara: terpecahkan (tidak sengaja pecah).

Nah kata انفكّ - infakka ini jika diteruskan tashrifnya pada bentuk isim fa'il (pelaku) menjadi منفك - munfakki (orang yang terlepas, orang yang tercerai [dari suatu tempat / keadaan]). Dan karena bentuknya jamak maka menjadi munfakkina (orang-orang yang terlepas).

Sehingga, jika di terjamahkan secara lengkap, dengan pemaknaan khobar dan mubtada yang sudah disusun ulang:

Tidak akan menjadi dalam keadaan terlepas (dari keyakinannya) mereka - orang-orang kafir itu yaitu dari gologan ahli kitab dan orang-orang musyrik, sampai datang kepada mereka al-bayyinah.

Demikian kira-kira penjelasannya. Semoga dapat dimengerti.

Allahu a'lam.

Minggu, 24 Agustus 2008

Topik 84: Kuntum Khaira Ummatin

Bismillahirrahmanirrahim.

Ada yang bertanya megenani QS 3:110, khususnya pada bagian "ukhrijat".

Baiklah kita coba bahas, semampu saya ya... hehe...

Ayatnya sbb:

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.


Kita fokuskan pada 3 kata awal dulu, kemudian baru masuk ke kata "ukhrijat".

Kuntum khaira ummatin.

Secara letterleij, kata كنتم - berarti You were - atau "Kalian dulu adalah"

Sama seperti kalau saya berkata كنتُ طفلا - kuntu thiflan - I was a child (dulu saya anak-anak).

Lihat kembali mengenai topik kaana, dimana kaana me-rofa'kan mubtada, dan menasabkan khobar. Mubtada (subjek) adalah Ana, jika digandeng dengan kaana, menjadi kuntu. Dan khobarnya adalah thiflun, jika digandeng dengan kuntu menjadi thiflan.

Kembali ke ayat, maka

كنتم خير أمة

khobarnya adalah : idhofah (kata majemuk) khairu ummatin. Karena harus manshub, maka menjadi khaira ummatin.

Oke sekarang kata selanjutnya:

أخرجت للناس

Secara harafiah, artinya : dikeluarkan untuk manusia.

Kata ukhrijat, adalah bentuk pasif dari KKT-1.

KKA (Kata Kerja Asal) yaitu 3 huruf, خرج - kharija - yang artinya keluar.

Sedangkan KKT-1, dibuat dengan menambahkan alif أخرج - akhraja - yang artinya mengeluarkan.

Nah ingat lagi rumus UA-UI, yaitu kalau ingin membentuk suatu Kata Kerja Lampau menjadi pasif, maka gunakan rumus UA, yaitu huruf pertama harokat U dan huruf sebelum terakhir harokat A.

Huruf pertama alif harokat U, dan huruf sebelum terakhir (yaitu huruf ro) harokat A. Sehingga:
AKHRAJA - mengerluarkan, berubah menjadi
UKHRIJA - dikeluarkan

Menjadi ukhrijat (ada ta sukun) karena dinisbatkan kepada khaira ummatin (kata yang muannats)

TAFSIR

Kita mungkin bertanya, secara letterleij AQ mengakakan bahwa: Hai Umat Islam, dulu itu kamu umat terbaik yang dikeluarkan (dilahirkan) untuk manusia, dimana kamu senantiasa mengajak kepada kebaikan, dan mencegah kepada kemungkaran.

Sekarang, pertanyaannya: kalau secara tatabasa kata kuntum, artinya "dulu kalian" atau past-tense, apakah artinya sekarang tidak berlaku lagi?

Ada 2 jawabannya:
1. Secara bahasa, kata kaana (dulu dia adalah) tidak selalu artinya dulu, tapi bisa juga berarti senantiasa. Contohnya, di AQ banyak ayat yang menyebutkan sifat Allah dengan kata kaana:

wa kaanalaahu 'aliiman ghafuuran : dan senantiasa Allah bersifat maha tahu dan maha pengampun.

Sehingga jika dipakai kaidah ini pada ayat tsb, bisa juga di tarjamahkan: Senantiasa kalian umat muslim menjadi umat terbaik... dst

2. Ada juga yang menafsirkan bahwa, ayat tsb memang berlaku untuk masa datang, tetapi bisa dibawa ke masa depan asal, syarat dilakukan. Syaratnya yaitu dijelaskan diayat tsb, bahwa : Kalian akan jadi umat terbaik selama kalian melaksanakan amar ma'ruf nahi munkar.

Demikian kira-kira penjelasannya. Allahu a'lam.

Senin, 18 Agustus 2008

Topik 83: Sampai ke Aspal

Bismillahirrahmanirrahim.

Gatal juga tangan, di-tanyain di bagian komentar: "edisi Agustus ditunggu" :)

Terus terang agak bingung juga, mau nyampaian apa ya? Karena tidak ada yang nanya topik sebelumnya, jadi saya anggap kali sudah ngerti bahasa Arab.

Oleh karena itu saya isi dengan selingan ringan saja.

"Sampai ke aspal"

Pernah dengar surat ini kan? Pastinya sudah hafal ya, Insya Allah.

Laqod kholaknal insaana fii ahsani takwiim


Ya surat At-Tin.

لَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ

sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya


لَقَدْ laqod - sungguh sungguh

La disini adalah lam taukid (penegasan), yang artinya sesunggunhya, benar-benar, atau sungguh.

Qod disini berarti: sungguh telah. Biasanya kata Qod, sering diartikan sebagai bentuk penanda dari perfect tense. Artinya pekerjaan (kata-kerja/fi'il) sesudah qod itu telah sempurna di kerjakan.

Nah, laqod, artinya sungguh-sungguh sekali, atawa sungguh-sungguh kuadrat, menandakan berita berikutnya adalah pekerjaan yang sangat serius.

خَلَقْنَا kholaknaa - kami telah ciptakan

Lihat bahwa sesudah qod biasanya (pasti) fi'il madhy. kholaknaa (we had created)

الإنْسَانَ - insaana - insan / manusia

Lihat bahwa, karena posisinya adalah object, maka harokat akhir adalah fathah, insaana, bukan insaani atau insaani

فِي fii - dalam (huruf jer / kata depan)

أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ - sebaik-baik bentuk.

Kata ahsani, awalnya adalah ahsanu, karena setelah huruf jer, maka berubah jadi ahsani, yang artinya paling baik. Wazannya mirip dengan akbaru (paling besar), ajmalu (paling ganteng), dst.

Kata taqwiim, sepinta wazannya mirip dengan tasliim, berarti wazannya adalah af-'ala. Kita cari dikamus pada kata ALIF QOF ALIF MIM.

Dikamus kata ini artinya: berdiri, tegak, panjang (tinggi).

Di AQ terjemahan banyak disebutkan kata takwiim ini artinya: bentuk. Muhsin M Khan, menarjamahkan kata takwiim ini dengan "stature" (panjang/tinggi/postur badan).

Kemudian ayat selanjutnya:

ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ

Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka)


Nah bagi orang Sunda (maaf ya) yang biasa melafalkan f dengan p, ayat diatas dibaca:

tsumma radadnaahu aspala ...

Kata asfal terbaca aspal.

Kemudian Kami kembalikan dia sampai-sampai ke aspal-aspal.


Ya, awalnya manusia diciptakan dengan sebaik-baik bentuk, lalu setelah banyak bergelimang dosa maka mereka jatuh ke tempat yang paling rendah (asfal).

Hehe... kata asfal diatas, bukan berarti aspal (cara baca orang Sunda), akan tetapi maknanya dekat.

ASFALA

Kata ini berasal dari kata SIN FA LAM.

Kita mungkin sering mendengar hadist berikut:

اليد العليا خير من اليد السفلى - al yadul 'ulyaa khairun minal yadis sufla

Tangan diatas lebih baik dari tangan dibawah


Nah kata "diatas" disini adalah "'ulya", dan "dibawah" disini adalah "sufla".

Kata sufla, asfala menunjukkan ke tempat yang rendah, atau dibawah.

Jadi kalau aspal letaknya dibawah, maka yaa... mirip-mirip lah... Aspal itu tempatnya dibawah (rendah), warnanya hitam (melambangkan dosa), permukaannya kasar (hilangnya kelembutan), dst.

Kecuali nanti, entah ada aspal yang letaknnya diatas, warnanya putih, dan permukaannya halus.

Wassalam.

Minggu, 13 Juli 2008

IKLAN

أَوَلاَ يَعْلَمُونَ أَنَّ اللّهَ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ

Apakah mereka tidak mengetahui bahwa Allah mengetahui segala apa yang mereka sembunyikan (dalam hati mereka) dan apa yang mereka iklankan (dengan ucapan mereka) (QS 2:77).

Kata yu’linuun, terambil dari kata علن – ‘alana, lalu mendapat tambahan alif menjadi أعلن – a’lana.

Jika wazan ini kita teruskan:

أَعْلَنَ – يُعْلِنُ – إِعْلَانَ : a’lana – yu’linu – i’laan, artinya mengumumkan/memberitahukan/menyatakan (to declare)

Bentuk إعلان – i’laan, diserap kedalam bahasa Indonesia menjadi IKLAN. Jadi (mungkin) hakekatnya sebuah IKLAN adalah sebuah pemberituan.

Demikian one word, kali ini.