Selasa, 31 Juli 2007

Topik 28: Latihan Al-Fatihah ayat 5 & KKT 8

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. Atas ijin Allah SWT kita dapat melajutkan topik Surat Al-Fatihah ini. Sholawat dan salam semoga tetap tercurah kepada baginda Rasulullah, Muhammad SAW.

Baiklah para pembaca yang dirahmati Allah. Topik 27 kita telah mengakhiri dengan pembahasan ayat 5. Tapi ada bagian yang kita tunda pembahasannya, yaitu membahas wa iyyaka nasta'iin. Insya Allah kita akan membahas kata nasta'iin, pada topik ini.

KKT (Kata Kerja Turunan) bentuk ke 8 (KKT 8)

Ingat-ingat lagi kita sudah pernah membahas KKT 1 dan KKT 2. Nah, Insya Allah sekarang kita membahas KKT 8. Lho lho... Mas Mas... KKT 3 s/d KKT 7 nya kemana? Kok gak dibahas? Nah oke, saya jelaskan.

KK - Kata Kerja Asli (KK yang terdiri dari 3 huruf), sebagaimana telah saya jelaskan, dalam bahasa Arab dapat mengalami perubahan. Perubahan ini menyebabkan terbentuk kata kerja baru yang disebut KKT (Kata Kerja Turunan). Yang umum ada 8 bentuk KKT (bentuk KKT sendiri sebenarnya lebih dari 8, ada buku-buku yang menyebutkan sampai 12 macam atau lebih, tapi yang umum 8). Nah kita sudah bahas KKT 1 dan KKT 2. Dari bentuk KKT itu yang sering muncul hanya separonya salah satunya KKT 8. Maka karena dalam surat Al-Fatihah ini kita temukan bentuk KKT 8, maka dari itu dalam topik ini kita loncat saja membahas KKT 8 tsb.

OK, singkat cerita, KKT 8 itu dibentuk dengan menambahkan ALIF SIN TA kepada KK. Contoh:
غفر - ghofaro : artinya menutupi, atau mengampuni

Jika kita tambahkan ALIF SIN TA, maka artinya menjadi minta sesuatu. Dengan demikian:

إستغفر - istaghfaro (KKL) artinya: minta ampun. Bagaimana bentuk KKSnya?

Bentuk KKSnya adalah:

يستغفر - yastaghfiru (KKS) artinya: (dia seorang pria) sedang minta ampun.

Bagaimana bentuk perintahnya? Kalau kita menasehati orang: "Hai kamu minta ampunlah!", maka ini sudah kita bahas dulu di topik membentuk fi'il amr 6 langkah mudah (silahkan dilihat-lihat lagi).

Bentuk perintahnya: Lihat KKS, buang ya, jika setelah ya dibuang harokat sukun, tambahkan alif. Harokat alif lihat huruf sebelum terakhir, jika fathah, atau kasrah, maka harokat alif kasrah, jika harokat sebelum terakhir dhommah, maka harokat alif dhommah (lihat lagi latihan-latihan sebelumnya membentuk fi'il amr). Jika kita praktekkan:

- KKS : يستغفر - yastaghfiru
- buang ya, menjadi ستغفر - staghfiru
- harokat sin, sukun maka tambah alif menjadi إستغفر - istaghfir / ustaghfir
- lihat harokat huruf sebelum terakhir, yaitu fa, adalah kasroh, maka menjadi istaghfir : minta ampunlah!

Kita sering berkata: astaghfirullah, astaghfirullah... ini adalah bentuk KKS dengan pelaku saya (ana). Lihat kembali:

يستغفر - yastaghfiru : dia minta ampun
أستغفر - astaghfiru : saya minta ampun

Sedangkan astaghfirullaha: أستغفر الله - astaghfiru Allaha, artinya saya minta ampun (kepada) Allah. Terlihat disini, beda bahasa Arab dengan Indonesia. Dalam bahasa Arab, posisi suatu kata benda itu sudah ditentukan.

Contohnya:
أستغفر الله - astaghfiru Allaha - maka posisi Allah sebagai Object (sehingga diterjemahkan Aku mohon ampun kepada Allah). Kata "kepada" otomatis ditambahkan untuk memperjelas kedudukan kata Allah.

Contoh lain:
أذن - adzina: megijinkan
ditambahkan ALIF SIN TA menjadi

إستأذن - ista'dzana : meminta ijin (KKL)
يستأذن - yasta'dzinu : meminta ijin (KKS)

Kembali ke kata nasta'iin:

iyyaka na'budu, wa iyyaka nasta'iin. Kata nasta'iin نستعين asal katanya adalah عان atau عون yang artinya menolong. Kalau kita tambahkan ALIF SIN TA menjadi إستعان atau يستعين - yasta'iinu (KKS) yang artinya dia minta tolong. Sedangkan untuk kami minta tolong maka ي tinggal diganti ن sehingga menjadi:

نستعين - nasta'iinu : kami senantiasa minta tolong.

Demikian penjelasan mengenai KKT 8 ini. Dengan demikian ayat 5:

iyaaka na'budu : kepada Engkau saja kami senantiasa menyambah
wa iyyaka nasta'iin: kepada Engkau saja kami senantiasa minta tolong.

Insya Allah akan kita lanjutkan ke ayat berikutnya dan surat-surat pendek lain.

Topik 27: Latihan Al-Fatihah ayat 5

Bismillahirrahmanirrahim

Pada topik 24, kita telah membahas surat Al-Fatihah ayat 4. Dimana pada topik 24 tersebut kita pelajari cara membentuk isim fa'il (kata benda pelaku), dari sebuah kata kerja (fi'il). Baiklah kita lanjutkan dengan ayat 5.

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Kalimat diatas terdiri dari 4 bagian: yaitu
iyyaka = kepada Engkau (saja)
na'budu = kami senantiasa menyembah
wa iyyaka = kepada Engkau (saja)
nasta'iin = kami minta tolong

Baiklah kita analisis satu persatu.

Kata إياك - iyya ka, terdiri dari dua kata yaitu: iyya dan ka. Iyya adalah kata tugas (harf), dan ka adalah kata ganti orang kedua tunggal laki-laki. Kedua kata ini secara bersama-sama, dalam tatabahasa sering digunakan untuk menjelaskan dhomir munfashil nashob. Munfashil artinya kata ganti (dalam hal ini ka - kamu) yang terpisah kedudukannya sebagai nashob, atau sebagai sesuatu yang dituju. Oh ya sebelum lupa, saya kasih contoh pembagian jenis kata ganti (saya, dia, kamu, dsb) dalam bahasa Arab, ada 3 macam:

1. Dhomir munfashil rafa' (kedudukannya sebagai subject). Contoh:
Dia membaca - huwa yaqra' هو يقرأ (kata huwa-dia, berkedudukan sebagai subjek)

2. Dhomir munfashil nashob (kedudukannya sebagai object). Contoh:
Umar memukul Amir. Jika Amir, kita pakai kata ganti, menjadi:
Umar memukul dia- 'umar dhoraba hu عمر ضربه(kata hu-dia, berkedudukan sebagai objek)

3. Dhomir muttashil (kedudukannya sebagai milik). Contoh:
Itu rumah Amir. Jika Amir, kita pakai kata ganti, menjadi:
Itu rumah dia - dzalika baituhu ذلك بيته (kata hu-dia, berkedudukan sebagai milik, artinya milik Amir)

Kembali ke kata iyyaka, maka kata iyya ini dalam bahasa kita sering diterjemahkan kepada ... saja. Jadi kalau iyyaka = kepada engkau saja. Kalau iyyanaa إينا= kepada kami saja, iyyaya إيي= kepada aku saja, iyaahu إيه= kepada dia saja, dst.

na'budu نعبد = kami menyembah. Kata ini adalah kata kerja sedang (KKS), dengan kata-ganti pelaku نحن nahnu = kami. Perhatikan ada huruf nun sebelum عبد. Asal katanya adalah 'a ba da عبد (KKL). Sebagai pengingat, kita ulang-ulang lagi tashrif dari عبد - يعبد sbb:

يعبد - ya'budu = dia (seorang pria) menyembah
أعبد - a'budu = saya menyembah
نعبد - na'budu = kami menyembah

Karena na'budu ini bentuk KKS, maka lebih bagus kita tambahkan kata senantiasa
نعبد - na'budu = kami senantiasa menyembah

wa iyyaka = dan kepada Engkau saja

nasta'iin = kami senantiasa minta tolong (dibahas pada topik setelah ini, topik 28)

Sehingga ayat ke 5 ini selengkapknya berarti:
kepada Engkau saja kami senantiasa menyembah, dan kepada Engkau saja kami senantiasa minta tolong.

Demikianlah ayat 5 ini telah kita bahas. Sedikit untuk bahan renungan, kita:
Perhatikan dhomir yang dipakai pada ayat 1 s/d 4, kepada Allah, menggunakan dhomir HU (dia). Tetapi pada ayat ke 5 ini, saat kita minta tolong, dhomir untuk Allah, adakah KA (Engkau). Mungkin terdapat rahasia disini, bahwa dalam menyembah Allah dan dalam minta pertolongan kepada Allah kita dianjurkan (bahkan diharuskan) langsung, atau tanpa perantara.

Rahasia kedua yang mungkin terdapat dalam ayat 5 ini kemungkinan adalah: perhatikan bahwa pada saat menyembah (dalam sholat) dan minta pertolongan kepada Allah, kata ganti yang dipakan adalah KAMI. Kepada Engkau saja KAMI menyembah, dan kepada Engkau saja KAMI minta tolong. Ini mungkin rahasianya, bahwa kalau bisa sholat dilakukan bersama-sama (berjamaah), demikian juga dalam implementasi ibadah dan permohonan tolong itu, terdapat rahasia hendaklah kaum muslimin ini saling bekerja sama dalam urusan-urusan agama, tidak mengasingkan diri dan bekerja sendiri-sendiri. Allahu a'lam.

Sebagai catatan terakhir: kata nasta'ien karena ini ada pengenalan bentuk KKT (Kata Kerja Turunan) bentuk 8, maka kita akan bahas di bab khusus setelah ini. Insya Allah.

Minggu, 29 Juli 2007

Topik 26: Surga Tidak Berlari

Bismillahirrahmanirrahim

Sebelum kita lanjutkan dengan topik latihan Surat Al-Fatihan, ada baiknya kita selingi dengan topik kiriman dari rekan Noor Ihsan sbb:

Dalam Al-Quran, kata surga yang dalam bahasa arabnya 'jannah', disebut sebanyak 65 kali. Dengan kata yang lain, 'jannaat', bentuk plural dari jannah disebut sebanyak
61 kali. Total 126 kali Allah sebut surga di berbagai surat. 32 kali kata surga diikuti kata mengalir sungai di bawahnya.

Hanya sekali dalam Yunus : 9, Allah menyebut kata mengalir sungai di bawahnya sebelum kata surga. Jangan sampai kita salah membacanya, maksud saya, usahakan jangan berhenti saat kata tajri, misal '...yudkhilhu jannaatin tajri. min tahtihal anharu khalidiina...'

Artinya akan berubah menjadi '...Dia akan memasukannya ke dalam surga yang berjalan, di bawahnya ada sungai, mereka kekal di dalamnya....'

Dalam bahasa Arab, suatu kata yang berasal dari akar yang sama akan memiliki arti dan makna yang dekat.

Kata islam berasal dari 3 huruf, sin lam dan mim yang memiliki makna asli keselamatan, penyerahan diri. Bentukan kata dari 3 huruf ini akan memiliki arti yang
mirip. Misal, salamah atau keselamatan. Rasul bersabda, Muslim itu adalah orang yang mana muslim lain selamat dari keburukan lisan dan tangannya.

Atau kata mar'ah (wanita) yang berasal dari ra hamzah alif yang memiliki makna asli melihat. Mar'ah adalah tempat jatuhnya pandangan.

Atau kata An-nas (manusia) yang berasal dari kata nun sin alif yang memiliki makna asli lupa. Rasul bersabda manusia tempatnya salah dan lupa.

Begitu juga kata jannah, berasal dari 3 huruf, jim nun nun yang memiliki makna asli tertutupi atau tersembunyi. Bentukan kata darinya seperti junun (gila), janin, junnah (pelindung), dan jin memiliki arti yang dekat yaitu tertutupi.
Orang gila tertutupi akalnya, janin tertutupi oleh perut, jin tertutup dari pandangan kasat mata manusia.

Surga pun tertutupi dari manusia, dari matanya, dari akalnya, dari pendengarannya, dari perasaannya.

Sabda Rasul dalam hadis qudsi dari abi hurairah riwayat Bukhari
: Aku siapkan untuk hambaKu yang shalih apa yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga, dan tidak pernah terbersit sedikitpun dalam hatinya.

Maha benar Allah dengan firmanNya
'Falaa ta'lamu nafsun ma ukhfiya lahum min qurrati a'yun'
As-sajdah : 17

Wallahu a'lam

Topik 25: Mari Berbahasa Nabi

Bismillahirrahmanirrahim

Ini adalah surat dari seorang teman (namanya Noor Ihsan Jundulloh), ajakan untuk lebih giat belajar bahasa Arab. Saya kutipkan untuk kita semua:

Seandainya Nabi Muhammad masih hidup di sisi kita, siapakah yang bisa bercakap-cakap dengan beliau tanpa perantara?

Seandainya para sahabat, tabi'in, Imam mazhab, dll, dibangkitkan oleh Allah hari ini, siapakah yang akan mudah berbincang-bincang dengan mereka dan mendapat pengajarannya secara langsung?

Menurut saya, jawabannya adalah orang yang mengerti Bahasa Arab. Karena, bahasa yang mereka gunakan, sama dengan bahasa yang ada saat ini. Tidak berubah. Khususnya bahasa Arab resmi/fusha.

Arab sendiri artinya adalah padang pasir, tanah gundul, gersang. Hal yang wajar ketika penamaan yang diberikan pada sesuatu sesuai dengan kondisinya.

Bahasa Arab punya sifat isytiqoqiyah (bentukan). Maksudnya, suatu kata terbentuk dari kata lain yang memiliki asal yang sama. 'Asal' di sini bisa dibaca susunan
huruf yang sama. Sehingga, dalam kesehariannya, bahasa Arab lebih siap menghadapi perkembangan zaman.

Contoh, dulu pesawat belum ada. Mobil belum ada. Penamaan kata pesawat, diambil dari kata 'thaa ra' yang artinya terbang. Pesawat sendiri dalam bahasa Arab
disebut thaa i rah, artinya sesuatu yang terbang.

Tidak berbeda jauh dengan burung yang dalam bahasa Arabnya disebut thaa ir.

Begitu juga dengan mobil. Bahasa Arabnya sayyarah. Diambil dari kata saa ra yang memiliki asal kata yang sama dengan sirah, yang artinya perjalanan. Sayyarah pelaku dari kata sirah.

Banyak contoh-contoh lain yang bisa kita sebutkan nanti. Beberapa kata dari Bahasa Arab juga sudah menjadi kata dalam Bahasa Indonesia, alhamdulillah. Ketika awal mula mempelajari bahasa Arab seperti ini, seorang teman pernah berkata, 'bahasa kita ini unik ya,'

'unik gimana?' tanya saya

'orang Inggris bilang camel, orang Arab bilang jamal,

ga beda jauh kan? Lha, di kita jadi onta.'

'trus' katanya, 'orang Inggris bilang cat, orang Arab bilang qittun, ga beda jauhkan? Di kita jadi kucing.'

'unik kan?' katanya dengan semangat.

Topik 24: Latihan Al-Fatihah ayat 4

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, ditengah kesibukan saya, saya teruskan untuk membahas ayat 4. Alhamdulillah juga ada akhi dari Jawa Timur, yang mengatakan mengikuti dari topik 1 sampai 23. Senang rasanya, tulisan saya ada yang membaca. Saya teringat hadist Riwayat Muslim: Rasulullah SAW bersabda, siapa yang berbuat kebaikan, dia akan dapat pahala. Dan jika kebaikan itu dicontoh/dikerjakan orang, dia akan mendapat pahala dari orang itu, tanpa mengurangi pahala buat orang itu. Subhanallah...

Oke kita lanjutkan ke pelajaran berikutnya ayat 4.

Eitt kok ayat 3 dilewati Mas? Oh iya, sengaja, karena ayat 3 itu bagian dari ayat 1. Arrahmaan Arrahiem. Jadi pembahasannya sama dengan ayat 1.

مَـالِكِ يَوْمِ الدِّينِ - maaliki yaumi ad-dien

Insya Allah kita bahas satu-satu ya... Oke..

Kata مالك : yang memiliki. Asal katanya ملك - malaka artinya memiliki. Hmmm... Kata ini sepertinya diserap ke bahasa Indonesia ya... Coba lihat kata ملك - malaka, ini adalah kata past tense (KKL), sedangkan KKSnya يملك - yamliku, kalau ya kita buang maka menjadi mlik, di bahasa Indonesia disebut milik.

Oke ملك -malaka, ini adalah kata kerja yang artinya memiliki. Nah, kita disini akan mempelajari membentuk kata-benda pelaku dari sebuah kata kerja. Dalam bahasa Arab ini disebut isim fa'il. Gimana caranya Mas? Insya Allah guampaaang....

Oke caranya:
1. Jika kata kerjanya 3 huruf, maka
2. Tambahkan alif setelah huruf pertama

dah... gampang kan... Contoh kata: نصر - nashoro (artinya menolong). Orang yang menolong? Guampang... tambahkan saja alif setelah nun, menjadi ناصر - naashirun, atau naashir (orang Indonesia sering menyebut nasir)... eh jadi ingat teman saya waktu SMA, namanya Nasir. Dulu saya suka manggil dia: Nasir, Nasir, darimana aja elo [pakai bahasa minang tentunya...] (sekarang setelah belajar bahasa Arab, jadi ingat dia... Pantesan ya si Nasir itu dulu suka menolong saya). Kalau yang menolong naashir, kalau orang yang ditolong apa dong? Insya Allah guampang juga. Tinggal tambahin mim didepan nun pada نصر dan tambahkan waw sebelum ro. Jadinya منصور - manshuurun (orang yang ditolong). Nah kalau ingat Mansur ini ingat penyanyi zaman saya SMP dulu. Sekarang kita jadi tahu ya... bahwa nasir sama mansur itu 2 orang dalam satu kejadian. Satu penolong (nasir), satu yang ditolong (mansur).

Oke deh, kembali ke MALIK... kalo gitu kata kerja ملك -malaka, artinya memiliki. Kalau saya buat seseorang yang memiliki berarti saya tinggal tambah alif setelah م yang menjadi مالك - maa li kun (orang/sesuatu yang memiliki). Oh gitu... hmmm... tapi Mas kok bacanya maalikun? Kok gak maalakin, maalukun, maalikan, dll?

Hmm ini sebenarnya ada topik yang membahasnya, sebutlah topik tinggat Advance gitu deh.... Tapi biar gak pusing, gini saya saya kasih ciri-cirinya:
1. Kata kerja 3 huruf, setelah ditambah alif, maka harokatnya adalah:
2. Huruf kedua (setelah alif) adalah kasroh.

Jadi, yang betul maalikun, bukan maalakun.

Oke. Lalu kenapa maalikun, bukan maaliku? Nah ini ingat lagi pelajaran awal-awal mengenai isim (kata benda). Aslinya kata benda itu, akhirannya dhommahtain (akhiran un). Sedangkan jika dia mendapatkan tambahan alif lam المالك , maka akhirannya dhommah, sehingga dibaca al-maaliku.

Oke, balik lagi ke ayat:

مَـالِكِ يَوْمِ الدِّينِ

Ada 3 kata disini. Ke 3 nya kata benda (isim). Yaitu: maaliki yaumi addien.

Kata maaliki artinya yang memiliki. Lho, katanya yang betul maalikun. Kok sekarang jadi maaliki. Nah, ada 2 sebab kenapa maalikum menjadi maaliki:
1. Perhatikan, karena huruf kaf berharokat kasroh (mali- ki), maka kita mencurigai ada huruf jar di depannya. Artinya ayat ini merupakan lanjutan ayat sebelumnya yang ada huruf jarnya. Kalau dilihat ayat sebelumnya ada huruf jar Li pada Lillahi rabbil 'aalamin. Inilah yang menyebabkan kata maalikun menjadi maalikin.

2. Perubahan dari maalikin menjadi maaliki, karena kata ini merupakan kata majemuk (mudhof). Ingat rumus mudhof sbb:
KB1 (tidak pakai tanwin) + KB2 (alif-lam+kasroh)
Contoh: Rasul (milik) Allah = Rasulu Allahi atau dibaca Rasulullah.
رسول الله

Bukan dibaca Rasulun Allahi, atau Rasuulun Allaha, dsb

Oke kembali lagi ke ayat:

مَـالِكِ يَوْمِ الدِّينِ :

Maaliki = yang memiliki
yaumi, berasal dari yaumun artinya hari. Menjadi yaumi, karena dia mudhof-ilah (bagian dari kata majemuk).
Ad-dieen, berasal dari daa-na yang berarti tunduk, sedangkan kata bendanya ad-dien, artinya agama.

Perhatikan harokat terakhir juga kasroh, karena dia ini mudhof-ilaih (bagian dari kata majemuk).

Sehingga ayat ke 4 ini jika diterjemahkan:
(2&3:segala puji bagi Allah Tuhan semesta Alam, yang Rahman, yang Rahim), yang memiliki hari agama.

Hari-agama ini menurut ahli tafsir, artinya hari pembalasan. Hari dimana waktu itu manusia akan dibalas semua amal-amalnya. Hari pembalasan ini juga disebut, yaumul-qiyaamah, yaumulhisaab, yaumuljazaa' dsb. Masya Allah, bagaimana ya nasib kita nanti dihari ad-dien ini?

Allahu a'lam. Insya Allah kita lanjutkan nanti.

Kamis, 19 Juli 2007

Topik 23: Latihan Al-Fatihah ayat 1 & 2

Bismillahirrahmanirrahim

Sepertinya, kita perlu memperbanyak latihan dan saat ini mengurangi tempo untuk teori. Dan menurut sebagian orang, lebih baik latihannya dari surat-surat pendek yang biasa dibaca dalam sholat. Agar hafalan kita nambah dus, pengertian kita terhadap surat tsb menjadi lebih baik (karena bisa menerjemahkan).

Oke baiklah... Insya Allah kita mulai dengan surat Al-Fatihah.

بسم bismi

bi ب : dengan. Ini adalah huruf jar (kata depan). Ingat di topik-topik awal, kata setelah huruf jar adalah kata benda.

smi سم : asal katanya dari samaa سما (memberi nama), dan kata bendanya ismun إسم yang artinya nama. Mestinya ب dengan إسم menjadi بإسم bi-ismi, tapi karena huruf jar ب maka hamzahnya lebur, sehingga menjadi بسم bismi.

Apa arti bismi? Bi = dengan, smi = nama, dengan demikian bismi = dengan nama.

Oh ya ingat lagi sifat huruf jar, yaitu dia menasab-kan (istilah me-nasabkan ini sering dipakai dalam tatabahasa arab, yang artinya membuat harokat huruf akhir menjadi kasroh (baris bawah)). Dengan demikian, yang benar membacanya:

bismi,

bukan bismu, atau bisma.

Kata selanjutnya: الله . Sehingga بسم الله artinya dengan nama Allah.

Oh ya perlu dilihat disini harokat terakhir dari Allah, adalah kasroh. Dengan demikian dibaca:

Bismillahi,

bukan bismillahu, atau bismillaha.

Perlu ingat lagi (sudah dibahas ditopik kata majemuk), bahwa kalau 2 kata benda bertemu dan kata benda kedua berharokat kasroh, maka 2 kata itu adalah kata majemuk (dalam bahasa Arab disebut Mudhof).

Oke, jadi bismillahi, artinya dengan nama Allah.

Kalau kita urutkan dari asal-asal katanya:

ب إسم الله bi ismi Allahi, dibaca: bismillahi

Bagaimana kalau kita baca bismillahu? Dalam bahasa arab jika kata benda berharokat dhommah, maka dia menjadi pelaku. Sehingga kalau kita baca: Allahu, dalam bismillahu, maka artinya akan berobah, dimana Allah menjadi subject dan bismi menjadi prediket. Dengan demikian arti dari bismillahu, adalah Allah untuk nama, atau Allah dengan nama. Inilah fungsi i'rob dalam tatabahasa Arab, karena salah i'rob (harokat akhir) akan merubah arti.

الرحمن الرحيم

Arrohman, lihat ada alif lam, tandanya ini kata benda. Arrohiim, juga ada alif lam, tandanya ini kata benda. Hal kedua adalah, i'rob (harokat akhir) arrahmaan dan arrohiem adalah kasroh, sehingga ditulis arrahmaani, bukan arrohmaanu, atau arrohmaana. Dan arrahiemi, bukan arrahiemu, atau arrahiema. Apa artinya ini?

Perhatikan sebelum arrohman ada kata Allah, yang juga kasroh. Ini berarti kata - kata ini adalah kata kata majemuk (mudhof)

Dalam tatabahasa arab :

ب إسم الله الرحمن الرحيم

Kalimat diatas hanya terdiri dari 2 pola:

Huruf jar ب + Mudhof إسم الله الرحمن الرحيم

Arrohmaan berasal dari kata رحم rohima: mengasihi
Arrohiem berasal dari kata yang sama dengan arrohmaan, yaitu رحم : mengasihi, atau memberi ampunan.

Akan tetapi karena ada tambahan alif dan nun pada Arrohmaan, maka artinya berubah, menjadi sifat yang maha, artinya الرحمان artinya Maha Pengasih. Dan kata Arrohiem, karena ada tambahan ي maka artinya berubah menjadi sifat yang extensif dan terus menerus, yang sering diartikan Maha Penyayang.

Demikianlah kita telah selesaikan latihan menerjemah Surat Al-Fatihah ayat 1.

Sekarang kita masuk ke ayat 2:
الحمد لله رب العالمين

Kata الحمد alhamdu. Asal katanya adalah حمد hamida yang artinya memuji. Ada alif-lam berarti dia adalah kata benda. Kata حمد ini mempunyai masdar (kita belum pelajari ini) hamdun, yang artinya pujian.

Kata lillahi, لله , ini terdiri dari 2 kata, yaitu ل li (yang artinya untuk atau kepunyaan/milik) dan الله Allah. Seharusnya tertulis ل الله tetapi karena alif lebur ke li, maka menjadi ل لله dan karena li lebur kepada lam pada kata Allah, maka menjadi لله lillahi.

Perhatikan bahwa ل li adalah huruf jar. Sesudah huruf jar, adalah kata benda. Sehingga lillahi artinya untuk Allah, atau kepunyaan Allah. Sehingga:

الحمد لله alhamdu lillahi artinya segala puji milik Allah, atau segala puji untuk Allah.

Mengapa ada kata (segala)? Al-hamdu sendiri artinya pujian atau puji. Tetapi karena ini dilekatkan kepada Allah, maka maknanya meliputi semua hal pujian. Oleh karena itu Alhamdulillah biasa diterjemahkan segala puji milik Allah.

رب العالمين rabbul 'aalamien.

رب rabbu artinya Tuhan. العالمين berasal dari عالم yang artinya alam (karena ada tambahan ين maka artinya sesuatu yang banyak, atau sangat luas atau sering disebut semesta alam).

Perhatikan bahwa rabbu al-'aalamien ini juga kata majemuk (mudhof).

Dengan demikian pola kalimat

الحمد لله رب العالمين menggunakan pola

Subject (الحمد) + keterangan (لله) + keterangan (رب العالمين)

Apa tanda-tanda subject? Berulang kita katakan bahwa tanda Subject adalah adanya i'rob Dhommah. Lihat Alhamdu, bukan al-hamda, atau al-hamdi. Tandanya Al-Hamdu ini adalah Subject.

Sehingga ayat ke 2 ini: Segala puji milik Allah Tuhan semesta alam.

Insya Allah kita akan lanjutkan ayat berikut dan diteruskan dengan latihan surat-surat pendek lain.

Senin, 09 Juli 2007

Topik 22: KKT I, dan KKT II

Bismillahirrahmanirrahim

Kita telah menyelesaikan bentuk KKT I. Dan dampak dari KKT I itu yaitu lahirnya pola DSK. Kita review sedikit ya.

KKT I, yaitu bentuk Kata Kerja Turunan I. Bentuk ini didapat dengan menambahkah Alif didepan. Contoh yang sering kita bawa adalah:

KKD (Kata Kerja Dasar): nazala, artinya turun. KKT I nya adalah anzala, artinya menurunkan. Perhatikan:

KKD نزل - nazala: turun
KKT I أنزل - anzala: menurunkan

Fungsi dari KKT I ini adalah membuat kata yang tidak perlu objek menjadi perlu objek. Ingat kembali, kata "turun" adalah kata kerja tidak perlu objek. "Saya turun". Tapi kata "menurunkan" perlu objek. "Saya menurunkan buku, dari rak dilantai 2". Kata "buku" adalah objek dari kata "menurunkan".

Kita flash-back lagi, bentuk KKT I ini dalam bentuk kata kerja lampau (KKL), sedangkan bentuk kata kerja sedang (KKS) nya berpola DSK.

Contohnya:
KKT I, bentuk KKL: أنزل - anzala: dia (telah) menurunkan
KKT I, bentuk KKS: ينزل - yunzilu : dia (sedang) menurunkan --> Pola DSK

Sekarang fokus kita adalah KKT II, yaitu bentuk Kata Kerja Turunan jenis ke dua.

KKT II

Bentuk ini adalah bentuk yang secara fungsi hampir sama dengan KKT I, yaitu menjadikan kata kerja yang tidak perlu objek menjadi objek. Contohnya di Al-Quran surat 2 ayat 97, yaitu kata nazzala, yang artinya sama dengan anzala yaitu menurunkan.

Jadi kata أنزل - anzala: menurunkan, dalam bentuk KKT I, bisa juga نزّل - nazzala: menurunkan, dalam bentuk KKT II.

Artinya sama, sama-sama menurunkan (sesuatu).

Demikianlah telah kita bahas sepintas bentuk KKT II. Ingat KKT II ini dibentuk dengan cukup mudah, yaitu, kata kerja dasar (KKD) 3 huruf, maka huruf kedua di tasydid.

Insya Allah akan kita lanjutkan topik ini...