Minggu, 20 Januari 2008

Topik 74: Pertanyaan dari Malaysia

Bismillahirrahmanirrahim.

Ini sebuah tas guru. Bagaimana kesepakatan antara tas yang muannats, dengan guru yang mudzakkar?

Begitu interpretasi saya terhadap pertanyaan Mbak Zarifah dari Malaysia. Mbak ini, walau baru bergabung jadi pembaca setia blog ini, kadang aktif berkirim pertanyaan. Saya yang juga baru alias pemula ini, kadang merasa ragu untuk menjawab, apa betul apa tidak ya jawaban saya. Tapi anggaplah media blog ini kita jadikan sarana belajar, artinya saya juga belajar dengan pertanyaan tersebut, dan saya berharap ada orang yang ahli berbahasa Arab, dapat memberikan koreksi dari pembelajaran kita disini.

Baiklah pertanyaan Mbak Zarifah sbb:

salam, ada satu soalan ttg feminine and masculine..

hazihi haqibatu al-mudarrisah. wa haqibatuha ..........>soalan nya di sinih! perlu maksuur @ maksuurah? apa perlu di setiap akhiran kata adjective perlu ditambah ta marbutha sekiranya subjek ayat feminine?

maaf, saya tanya saja di sinih, kerna tidak tahu mahu diletak bawah topik berapa.

syukran


Wuih, ada satu masalah disini: beda gaya bahasa, antara Indonesia dan Malaysia. Tapi tak mengape lah.... Saya duga pertanyaan-nya sbb:

Soalan (catatan, orang Indonesia jarang menyebut soalan, tapi soal) sbb:

هذه حقيتة - hadzihi haqiibatun : Ini koper/tas
Atau jika dibaca cara lain: hadzihi haqiibah

هذه حقيبة المدرس - hadzihi haqiibatu al-mudarrisi : Ini koper guru laki-laki
Atau jika dibaca langsung: hadzhihi haqiibatul mudarris.

Jika guru tsb guru perempuan المدرسة - al-mudarrisatu / al-mudarrisah, maka kalimatnya:
هذه حقيبة المدرسة - hadzihi haqiibatu al-mudarrisati /hadzihi haqiibatul mudarrisah : Ini koper guru wanita.

Nah, pertanyaan Mbak Zarifah ini, menanyakan masalah adjective. Sebenarya kasus diatas bukan kasus adjective. Tapi ada 2 kasus:
1. Kasus kata tunjuk muannats هذه - hadzihi atau pakai mudzakkar هذا - hadza
2. Kasus idhofah yaitu: حقيبة المدرس

Jabawan saya spt ini. Kalimat ismiyyah harus dipandang sebagai suatu satuan mubtada dan khobar. Dalam kasus Mbak Zarifah, awal pembicaraan ingin menyatakan: Ini koper.

هذه الحقيبة - hadzihi al-haqiibatu

Mubtada' adalah hadzihi : ini
Khobar adalah al-haqiibatu : sebuah koper

Lihat bahwa koper yang dibicarakan sudah koper yang spesifik (ada tambahan al).

Nah kalau kita lihat, bahwa jenis mubtada' harus cocok dengan khobar. Kalau khobarnya muannats (lihat koper- ada ta marbutah-nya), maka mubtada juga harus muannats. Sehingga kita pakai kata tunjuk (isim isyarah) yang muannats juga.

Sekarang, kalau kita ingin menspesifikkan lagi, bahwa: ini adalah tas milik ustadz, maka kata:

الحقيبة al-haqiibatu, kita ubah menjadi
حقيبة الأستاذ - haqiibatu al-ustaadzi (haqiibatul ustaadz)
حقيبة المدرس - haqiibatu al-mudarrisi (haqiibatul mudarris)

Karena suatu benda yang jenis-katanya perempuan bisa saja dimiliki oleh orang laki-laki, jadi pasangan antara mudhof dengan mudhof ilaih bisa saja beda jenis kata.

Contoh diatas:

حقيبة المدرس - haqiibatu al-mudarrisi (haqiibatul mudarris)

Kata koper - haqiibah adalah muannats, sedangkan mudhof ilaihnya adalah mudzakkar (al-mudarris).

Jadi kesimpulannya kata mudhof dan mudhof ilaih tidak mesti harus sama-sama muannats atau mudzakkar.

Penentuan jenis kata idhofah:

Jenis kata idhofah ditentukan oleh jenis kata Mudhofnya. Tidak peduli mudhof ilaih-nya berjenis apa.

Contoh:

سيارة - sayyaratun : sebuah mobil --> muannats
سيارة الولد - sayyaratul waladi : the boy's car --> sayyaratul waladi = idhofah muannats, karena mudhofnya (sayyarah) adalah muannats.
سيارة البنت - sayyaratul bint : the girl's car --> idhofah muannats

Jika kita tambahkan kata adjective: jamiil (bagus/keren)
سيارة البنت جميلة - sayyaratul bint jamiilatun --> idhofah muannats
سيارة الولد جميلة - sayyaratul walad jamiilatun --> idhofah muannats

Terlihat bahwa adjective nya mengambil patokan (referensi) ke mudhof-nya yitu mobil yang muannats.

المسجد - al-masjid --> mudzakkar
مسجد ريد - masjidu zaidin --> Masjid (milik)Pak Zaid
مسجد ليلي - masjidu layli --> Masjid (milik) Bu Lili

Perhatikan karena idhofaf kata-kata diatas adalah mudzakkar, maka kata tunjuknya harus mudzakkar.

هذا مسجد ريد - hadza masjidu zaidin --> ini masjid (milik)Pak Zaid
هذا مسجد ليلي - hadza masjidu layli --> ini masjid (milik) Bu Lili

Terlihat bahwa kata tunjuknya mengambil patokan (referensi) ke mudhof-nya yitu masjid yang mudzakkar.

Demikian kira-kira penjelasannya. Allahu a'lam.

Kamis, 17 Januari 2008

Topik 73: The ustadz's book: Lanjutan topik Mudhof

Bismimillahirrahmaniraahim.

Pembaca yang dirahmati Allah SWT. Kita akan bahas bagian setelah FA SABBIH, yaitu masih di ayat 3 surat Al-Nashr.

فسبح بحمد ربك واستغفره - fasabbih bi hamdi rabbika wa istaghfir hu
maka bertasbihlah dengan pujian kepada Tuhanmu, dan minta ampunlah kepada Dia.

bi hamdi rabbika : dengan pujian kepada Tuhanmu

atau lebih pas lagi secara harfiah:

bi hamdi rabbika : dengan pujian milik Tuhanmu

Dalam tafsir kita baca terjemahannya sbb:
dengan memuji Tuhanmu

Sebenarnya, secara harfiah, terjemahannya itu:
dengan pujian (milik) Tuhanmu

Kenapa begitu?

Karena kata حمد - hamdi (atau hamdin) disitu adalah mashdar, artinya dia kata benda, sehingga terjemahnya adalah pujian, bukan memuji.

Kalau di translate ke bahasa Inggris:

بحمد ربك - bi hamdi rabika : with the praise of your lord

the praise (pujian) disini adalah Noun (Kata Benda).

Oke mari kita bahas struktur بحمد ربك - bi hamdi rabika.

Kembali lagi kita bertemu kasus Idhofah (Mudhof + Mudhof Ilaih). Mudhofnya adalah حمد - hamdi (pujian/praise), dan mudhof ilaihnya adalah ربك - rabbika : Tuhanmu (your Lord).

Dalam bahasa Inggris, polanya Mudhof (of) Mudhof Ilaih, sehingga menjadi:
the Praise of your Lord.

Masalah Definiteness dari Mudhof

Apa itu definitness? Insya Allah Anda masih ingat bukan? Ya, contoh gampangnya kalau saya buat kalimat:
1. I read the book
2. I read a book

Dalam kalimat 1, jika saya berkata "I read the book", maka dalam kepala saya, para pendengar sudah tahu buku mana yang saya maksud. Misalkan, saya ditengah percakapan dengan seorang sahabat:
"Kemaren saya beli buku La Tahzan, lalu saya baca buku itu".
"Yesterday I bought "La Tahzan". And, I read the book".

Karena kata "buku" itu teman saya tahu apa yang dimaksud, maka saya pakai "the book". Artinya, kata "buku" itu sudah spesifik, atau sudah definitive (sudah terdefinisi). Dengan kata lain: definitness-nya sudah terdefinisi.

Dalam kalimat 2: I read a book. Buku disini belum terdefinisi. Bisa buku apa saja.

A cup of coffee

فنجان قهوة - finjaanu qahwatin
finjaanu : secangkir / a cup
qahwatin (qahwah): kopi /coffee

Kata diatas adalah idhofah. Bagaimana status "definitness" nya?

Dalam kaidah bahasa Arab, kata diatas belum definitive, sering disebut Nakiroh.

Mungkin masih bingung ya? Oke saya kasih contoh lain:
بابُ المسجد - baabul masjid : pintu masjid

Bagaimana hukum definitness-nya? Lihat bahwa karena mudhof-ilaih-nya definitiv (Ma'rifah), maka kata diatas dianggap Ma'rifah. Artinya: sudah jelas pintu yang mana, yaitu pintu masjid, bukan pintu rumah. Kalau di translate ke bahasa Inggris, menjadi "the masjid's door", atau "the door of the masjid", bukan "the door of a masjid". Karena dalam hal ini masjid nya pun sudah definitif.

Masalah akan timbul, kalau kita mau bilang spt ini:
A door of the Masjid (sebuah pintu dari masjid itu)

Kalau kita pakai:
باب مسجدٍ - baabu masjidin : a masjid's door (a door of a masjid)

Padahal kita tahu bahwa masjidnya sudah definitif (the masjid). Saya melihat dalam hal ini grammar dari bahasa Inggris, tidak apple-to-apple dengan bahasa Arab. Artinya tidak bisa dipadankan langsung.

Jika yang mau ditekankan "a door", bahwa pintu dari masjid itu belum pasti (apakah pintu depan, pintu samping atau pintu belakang), maka dalam bahasa Arab, bisa kita berkata spt ini:
بابٌ من ابواب المسجد - baabun min abwaabil masjid (a door from the masjid's doors)

sebuah pintu dari pintu-pintu masjid itu.

Disini masjidnya sudah jelas, tetapi pintu yang dibicarakan belum jelas (belum terdefinisi).

Sebagai ringkasan:
1. Idhofah disebut definitif (ma'rifah), jika mudhof ilaihnya definitif
2. Idhofah disebut belum definitif (nakiroh), jika mudhof ilaihnya belum definitif

Tambahan contoh:
كتاب أستاذ - kitaabu ustaadz : sebuah kitab milik seorang ustadz
idhofah diatas adalah nakiroh.

كتاب الأستاذ - katabbul ustaadz: kitab (tertentu) milik seorang ustadz
idhofah diatas adalah ma'rifah.

سيارة خالد - sayyaratu khaalid : Mobil Khalid (Car of Khalid). Karena semua nama orang dihukumi sebagai definitif, maka idhofah dalam contoh ini adalah ma'rifah.

قلم إستاذي - qolamu ustaadzii: pena ustadzku (the pen of my ustadz). Karena semua kata benda yang diimbuhi pemilik spt: ustadzku (my ustad), adalah defititive, maka idhofah dalam kasus ini adalah definitif (ma'rifah).

Kembali ke ayat 3 surat An-Nashr ini:
بحمد ربك - bi hamdi rabbika: the praise of your Lord: Pujian (milik) Tuhanmu, maka ini juga dihukumi sebagai ma'rifah. Hal ini disebabkan kata rob (Tuhan) ditempeli oleh kata-ganti milik (ka)--> rabbika (Tuhanmu).

Demikian penjelasan tambahan mengenai kasus Ma'rifah / Nakirohnya suatu Idhofah.

Senin, 14 Januari 2008

Topik 72: Latihan Surat An Nashr ayat 3

Bismillahirrahmanirrahim.

Pembaca yang dirahmati Allah SWT. Kita lanjutkan pembahasan kita pada surat An Nashr ayat 3. Baiklah kita tuliskan ayat tersebut.

فسبح بحمد ربك واستغفره - fasabbih bi hamdi rabbika wa istaghfir hu
maka bertasbihlah dengan pujian kepada Tuhanmu, dan minta ampunlah kepada Dia.

Itu penggalan pertama ayat 3 surat An Nashr. Mari kita ulang-ulang pelajaran-pelajaran yang sudah lalu-lalu.

ف - fa : maka

سبح - sabbih : bertasbihlah !

Disini kita jumpai bentuk fi'il amr (Kata Kerja Perintah). Dari mana tahunya Mas? Masih ingat 6 langkah mudah membuat fi'il amr kan?

Kata sabbih سبّح, ini mengikuti wazan (pola) fa'-'a-la فعّلَ . Kok bisa sih? Ya lihat saja ada tasyid (ّ ) di huruf kedua kan. Berarti ini KKT-2. Masih ingat kan, karakteristik KKT-2? Oke, sekedar refreshing, KKT-2 ini:
- membuat fi'il yang tidak memerlukan objek menjadi memerlukan objek. Contoh dalam bahasa kita: Saya lari. Nah "lari" tidak memerlukan objek. Tetapi kalimat: Saya melarikan istri saya. Nah kata "melarikan" disini adalah KKT-2, karena dia butuh objek.
- membuat fi'il yang memerlukan satu objek menjadi memerlukan 2 objek. Contoh dalam bajasa kita: Saya baca buku. Nah "baca" disini memerlukan satu objek. Tetapi kalimat: Saya membacakan buku buat anak saya. Nah kata "membacakan" disini perlu dua objek, yaitu "buku" dan "anak saya". Kata "baca", adalah KK Asal, sedangkan "membacakan" adalah KKT-2.

Tashrif Ishthilahi

Kita munculkan istilah baru disini: Tashrif Ishthilahi. Apa itu? Tashrif Istilahi yaitu suatu urutan perubahan kata dari KKL, ke KKS, ke Masdhar, dst. Urutan yang umum begini:

(baca dari kanan)
Zaman < Makan < Fi'il Nahy < Fi'il Amr < Maf'ul < Fa'il < Mashdar < KKS < KKL
Kita belum bahas mengenai Isim Makan (tempat), dan Isim Zaman (Waktu). Mungkin yang belum juga, bagaimana membetuk fi'il nahy (kata kerja Larangan). Yang lain sudah kita bahas sebenarnya secara terpisah-pisah.

Oke Isim Makan (tempat) dibentuk dengan menambah mim.
Contoh :
طعم - tho-'a-ma : makan
مطعم - math-'am : tempat makan (restoran)

لعب - la-'i-ba: bermain
ملعب - mal-ab : tempat bermain

Insya Allah kita akan bahas lagi jika bertemu ayat tentang isim makan ini.

Kita kembali fokus ke tasrif isthilahi.

Kita sering mendengar kata: Ayo ber-tasbih. Nah kata TASBIIH itu adalah mashdar dari sabbaha.

Tashrif ishthilahinya begini:
سبّح - sabbaha : telah melakukan tasbih (KKL)
يسبح - yusabbaha: sedang melakukan tasbih (KKS)
تسبيح - tasbiih : pentasbihan (hal yang berhubungan dengan aktifitas tasbih) (Mashdar)

Hal yang sama dapat kita lihat:
سلّم - sallama : menyelamatkan
تسليم - tasliim : penyelamatan

كفر - kaffara : mengkafirkan
تكفير - takfiir: pengkafiran

رغب - raghghaba : mencintai
ترغيب - targhib : pe-cinta-an (cinta)

قدر - qoddara : men-takdir-kan
تقدير - taqdiir: pentakdiran (takdir)

Dan seterusnya, bentuk mashdar dari KKT-2.

Kembali ke ayat 3, kata sabbih, adalah perubahan ke bentuk fi'il amr. Kalau kita ambil contoh diatas.

Tashrif ishthilahinya begini:
سبّح - sabbaha : telah melakukan tasbih (KKL)
سبح - sabbih: bertasbihlah ! (fi'il amr)

Hal yang sama dapat kita lihat:
سلّم - sallama : menyelamatkan
سلّم - sallim : selamatkanlah !

كفر - kaffara : mengkafirkan
كفر - kaffir : kafirkanlah !

رغب - raghghaba : mencintai
رغب - raghghib : mencintailah !

قدر - qoddara : men-takdir-kan
قدر - qoddir : takdir-kanlah !

Dan seterusnya.

Sallim

Kadang kita sering mendengar ustadz mengatakan kepada Anaknya:
Ayo Sallim nak... Sallim sama kakek!

Nah kata Sallim disini, maknanya adalah berikan salam. Lho bukannya diatas dikatakan Sallim : Selamatkanlah ! Kok menjadi "bersalamanlah !".

Begini ashal-ushulnya.

Satu kata kerja dalam bahasa Arab, bisa punya banyak makna. Tergantung rangkaian huruf jar yang nempel ke dia. Memang betul asal kata sallama - yusallimu (KKT-2) dari kata:

سلم - salima (KKL) yang artinya: selamat, atau sentosa

Nah KKT-2 dari KKL tsb adalah:

سلّم - sallama (KKT-2) yang artinya: menyelamatkan.

Tetapi kata tersebut akan berubah artinya kalau ada huruf jer yang nempel ke dia, seperti:

زيد سلّم على الأستاذ - Zaid sallama 'alaal ustaadz : Zaid menyalami ustadz.

Terlihat kalau kata Sallama diikuti 'alaa, maka artinya menjadi : memberi salam. Dari sinilah asalnya, mengapa perintah untuk memberi salam itu : Ayo Sallim!

Beberapa hal yang mungkin dari sallama, adalah:
سلّم على - sallama alaa : memberi salam kepada
سلّم من - sallama min : menyelamatkan (sesuatu) dari
سلّم إلى - sallama ilaa: memberikan (sesuatu) ke
سلّم بـ - sallama bi: rela akan (sesuatu)

Terkadang artinya bertolak belakang:
رعب عن - raghiba 'an : benci kepada
رغب في - raghiba fii: cinta kepada

Makna-makna tersebut adalah sima'i (apa yang didengar), atau ditentukan dalam kamus. Tidak terlalu banyak kata kerja yang seperti tersebut (walau tidak bisa dikatakan juga terlalu sedikit). Kebiasaan menggunakan akan melatih kita mengerti makna yang cocok.

Seperti kata raghiba 'an, terdapat dalam satu hadist yang poluper:
فمن رغب عن سنتي فليس مني - fa man raghiba 'an sunnatii falaysa minnii : siapa yang benci kepada Sunnahku (cara hidup Rasulullah SAW), maka dia bukan bagian dariku (bukan bagian dari umat Rasulullah SAW).

Kata raghiba sendiri secara sendiri artinya: mencintai. Tapi kalau bertemu dengan 'an, dia berubah menjadi: membenci.

Sama dengan bahasa Inggriss kan
look = melihat, look after = mengawasi, look for = mencari, dst.

Sebagai penutup untuk topik ini, kita kembali ke ayat 3 surat An-Nashr:

فسبح بحمد ربك واستغفره - fasabbih bi hamdi rabbika wa istaghfir hu
maka bertasbihlah dengan pujian kepada Tuhanmu, dan minta ampunlah kepada Dia.

Kita telah membahas kata FA SABBIH (SABBIH Fi'il Amr : Kata Kerja Perintah). Insya Allah kita akan lanjutkan ke kata "bihamdi" dst.

Rabu, 09 Januari 2008

Topik 71: Haniifan Musliman

Bismillahirrahmanirrahim

Para pembaca yang dirahmati Allah SWT. Kita seharusnya masuk ke Latihan ayat 3 surat An-Nashr. Tapi sebelum kita masuk kesitu kita tambahkan sedikit contoh-contoh mengenai isim haal.

Singkat cerita: Kira-kira beberapa tahun yang lalu, anak saya bertutur kepada saya tentang sekolah dan teman-temannya. Salah satu yang dia sebutkan adalah bahwa dia punya teman namanya Hanifan (yang kadang kalau di-absen dilafadzkan oleh gurunya: Haniifan).

Waktu itu nama: Haniifan, agak asing ditelinga saya. Kita biasa mendengar nama: Hanif (lurus). Ada teman saya namanya Muhammad Hanif (Muhammad yang punya sifat Lurus). Tapi, Haniifan? Nah ini baru kali ini saya dengar. Waktu itu saya belum begitu mengerti dengan bahasa Arab.

Dalam hati saya hanya ingat: Hmmm... kata Haniifan, itu mungkin diambil dari doa Iftitah:

وجهت وجهي للذي فطر السماوات والأرض حنيفاً مسلماً - wajjahtu wajhiya lilladzi fatharas samaawaati wal-ardha haniifan musliman.

Waktu itu saya belum bisa meng-artikan teks bahasa Arab (sekarang masih belum juga sih, tapi alhamdulillah sudah bisa dikit-dikit ngeraba-raba ding...) hehe.

Kala itu saya hanya hafal ejaan (latin)nya. Kalau disuruh nulis Arabnya, weleh saat itu pasti gak bisa deh.

Nah, beberapa waktu yang lalu setelah membaca tentang isim haal, dan ciri-cirinya maka saya sekarang jadi faham, bahwa Haniifan dan Musliman itu adalah isim haal.

Jadi jika diartikan secara letterlijk:

وجهت - wajjahtu : aku menghadapkan
وجهي - wajhiya: wajahku
للذي - lil ladzi: kepada Zat yang
فطر - fathara: telah menciptakan
السماوات - as-samaawaati: banyak langit
و - wa: dan
الأرض- al-ardha: bumi
حنيفاً - haniifan: dalam keadaan lurus
مسلما - musliman: dalam keadaan berserah diri (muslim)

Aku menghadapkan wajahku kepada Zat yang telah menciptakan banyak lagit dan bumi dalam keadaan lurus (lagi) berserah diri.

Nah, terlihat dari Doa Iftitah diatas, bahwa kata Haniifan, adalah isim haal (kata keterangan). Kata Haniifan (dalam keadaan lurus) itu dinisbatkan kepada "Aku". Demikian juga kata Musliman (dalam keadaan berserah diri), juga dinisbatkan kepada "Aku". Artinya kedua kata tersebut menjelaskan kondisi "Aku" sewaktu menghadapkan "wajahku" kepada Allah SWT.

Lihat bahwa ciri-ciri isim haal terpenuhi dimana, yang tampak jelas: dua kata tersebut harokat akhir fathatain (plus ada tambahan alif diakhir), dan juga jika kata itu dibuang maka kalimatnya tetap menjadi kalimat sempurna (ada fi'il+fa'il, atau ada mubtada+khobar).

"Ooo... Nama anak itu bukan Hanif, tapi Haniifan, itu mungkin maksud orang tuanya, agar anaknya itu senantiasa dalam kondisi yang lurus", begitu gumam saya dalam hati. Penekanannya adalah "dalam kondisi", karena itu isim haal. "Hmm... pasti bapaknya jago bahasa Arab", kata saya.

Sebagai penutup kita ambil contoh dalam Al-Quran yaitu kata WAHN (Lemah)

وهن - wahnun atau wahn adalah kata sifat (isim shifat) yang artinya lemah.

Di Al-Quran diperintahkan agar manusia menghormati dan berbuat baik kepada Ibu & Bapak. Ibu kita telah mengandung dalam keadaan "wahnan 'alaa wahnin" - lemah diatas lemah (lemah yang super).

حملته أمه وهنا على وهنِ - hamalat hu ummuhu wahnan 'alaa wahnin

hamalat: Dia (ibu) telah mengandung (manusia)
wahnan : dalam keadaan lemah
'alaa wahnin: diatas lemah

Sekali lagi terlihat bahwa kata wahnan diatas, ada tambahan alif dan harokat akhir fathhatain, maka dapat "dipastikan" ini adalah isim haal (kata keterangan terhadap kondisi si Ibu pada saat hamil).

Demikian telah kita tuntaskan pembahasan mengenai isim haal ini. Insya Allah kita lanjutkan dengan Latihan surat An-Nashr kembali.

Senin, 07 Januari 2008

Topik 70: Latihan Surat An-Nashr ayat 2, Adverb

Bisimillahirrahmanirrahim.

Pembaca yang dirahmati Allah, kita akan masuk ke ayat 2 surat An-Nashr. Pada ayat ini kita akan fokuskan pembahasannya mengenai Kata Keterangan.

Baiklah kita mulai. Ayat 2 berbunyi:

ورأيتَ الناس يدخلون في دين الله أفواجا- wa ra-ai-ta an-naasa yad-khuluuna fii diini Allahi afwaajan

wa= dan
ra-aita= engkau lihat
an-naasa= manusia
yadkhuluuna= mereka memasuki
fii= kedalam
diini Allahi= agama Allah
afwaajan= secara berbondong-bondong (dalam keadaan berbondong-bondong)

Oke baiklah ada dua point yang bisa kita lihat disini yaitu:
diini Allahi (dibaca sambung diinillahi), yaitu mengulang mudhof, dan
afwaajan= secara berbondong-bondong, yaitu Kata Keterangan.

دين الله - Diinillahi

Kata ini adalah mudhof. Dimana mudhofnya دين - diini dan mudhof ilaih nya الله - Allahi. Ingat lagi ciri-ciri mudhof yaitu:
- Jika ada 2 kata benda yang berdekatan,
- Kata benda pertama nakiroh (umum, dengan ciri tidak ada tanwin)
- Kata benda kedua harokat akhir kasrah, atau kasratain

Kata diatas memenuhi 3 syarat tsb, yaitu:
- ada 2 kata benda yang berdekatan (betul)
- Kata benda pertama nakiroh (betul), jadi bukan ma'rifah (الدين-ad-diini)
- Kata benda kedua harokat akhir kasroh (betul), jadi Allahi, bukan Allahu, atau Allaha.

Baiklah, kita akan tinggalkan dulu mengenai mudhof. Ada topik lain dari mudhof ini yaitu mengenai ke ma'rifatan atau ke-nakirohan mudhof (bingung kan?) Hehe... Insya Allah kita bahas pada topik berikut. Sekarang kita masuk ke kata keterangan.

Isim Haal

Apa itu isim haal? Lihat contoh diatas.

ورأيتَ الناس يدخلون في دين الله أفواجا- wa ra-ai-ta an-naasa yad-khuluuna fii diini Allahi afwaajan

afwaajan: secara berbondong-bondong, atau dalam bahasa Inggris-nya in-crowd.

Nah, kata afwajaan ini adalah isim haal, yaitu isim yang menjelaskan suatu keadaan (al-haal) dari Subjek, maupun Objek. Hmm... entar... cerna dulu nih...

Agak sedikit beda dengan bahasa Inggris. Dalam bahasa Inggris, kata keterangan itu yang biasa disebut adverb, biasanya melekat kepada kata kerja. Artinya menjelaskan bagaimana pekerjaan itu dilakukan, atau kualitas dari pekerjaan itu.

Seperti:
Talk to me softly please : Tolong dong, bicara sama saya dengan lembut.

Nah softly itu menjelaskan talk (bicara). Dalam bahasa Inggris kata keterangan "dengan lembut" itu dinisbatkan (di-referensi-kan) kepada kata kerja (verb/fi'il) talk.

Dalam bahasa Arab, kata keterangan itu umumnya dinisbatkan kepada pelaku/subjek (fa'il) atau kepada objek/korban (maf'ul).

Coba perhatikan lagi:

يسافرون إلى جاكرتا أفواجا - yusaafiruuna ilaa Jakarta afwaajan
Mereka berpergian ke Jakarta secara berbondong-bondong.

Atau dalam Al-Quran, sewaktu Allah memerintahkan Adam & Siti Hawa & Para Iblis turun:

احبطوا منها جميعا - ihbithuu minha jamii'an
Turunlah (kalian) dari syurga ini secara bersama-sama

Terlihat disitu kata جميعا - jamii'an adalah isim haal.

Lalu bagaimana kita tahu bahwa itu isim haal?

Ini beberapa ciri isim haal:
1. Kalau isim haal itu dibuang, maka kalimatnya masih kalimat sempurna (ada fi'il+fa'il, atau ada mubtada'+khobar)
2. Isim haal itu nakiroh (tidak ada al), dan nashob (fathhatain)
3. Isim haal itu biasanya dibentuk dari kata sifat (yang berasal dari isim fa'il, isim maf'ul, maupun kata benda yang dianggap sifat).

Contohnya begini:

ذهب إلى البيت راكبا - dzahaba ila al-bayti raakiban
Dia pergi ke rumah itu dengan menaiki kendaraan.

Lihat bahwa kata راكبا - raakiban, adalah isim fa'il dari KKL ركب - rakaba (menaiki, menunggangi). Perhatikan bahwa kalau kata raakiban itu dibuang, maka kalimatnya tetap menjadi kalimat sempurna:

ذهب إلى البيت - dzahaba ila al-bayti
Dia pergi ke rumah itu

Ini adalah kalimat sempurna, karena telah ada fi'il (pergi) + fa'il (dia), walau fa'il disini adalah fa'il tersembunyi.

Terkadang, isim haal itu dinisbatkan kepada Objek, contoh:

جلق الله الإنسان ضعيفا - khalaqa Allahu an-insaana dho'iifan

Allah menciptakan manusia dalam keadaan lemah.

Kata dho'iifan disini adalah isim haal (kata keterangan) bagi Objek (yaitu manusia).

Kata dho'iif disini adalah kata shifat yang menyerupai isim fa'il. Nah, karena dia nashob, tidak ada al, dan layak diberi makna: dalam keadaan ...., maka dia adalah isim haal.

Sederhanya sih sebenarnya mengetahui apakah dia isim haal atau bukan.

Oke ya, demikian dulu sudah kita selesaikan penjelasan dari ayat 2 surat An-Nashr ini.

Insya Allah kita akan lanjutkan dulu dengan kembali membahas masalah mudhof, tapi kali ini lebih seru lagi.