Jumat, 28 Desember 2007

Topik 69: Mudhof Ilaih (Lanjutan) - Pembesar Penjahat

Bismillahirrahmanirrahim.

Pembaca yang dirahmati Allah SWT. Seharusnya kita masuk ke surat An-Nashr ayat 2, untuk kita membahas masalah isim haal atau adverb (Kata Keterangan). Akan tetapi kita tambahkan sedikit mengenai Mudhof di topik 69 ini. Biar tuntas gituh... (karena rasanya masih ada yang perlu saya sampaikan).

Oke baiklah. Sekarang quiz dikit:

Apa bahasa Arabnya: The house of the big man is nice.

Jawab: Bahasa Arabnya:

بيتُ الرجلِ الكبيرِ جميلٌ - baytu ar-rajuli al-kabiiri jamiilun (dibaca sambung: baytul rajulil kabiir jamiil)

Bahasa Indonesia-nya:

Rumah laki-laki yang besar itu bagus.

Nah, yang menarik bagi saya (atawa kita-kita yang masih pemula ini adalah), bahwa bahasa Inggris maupun bahasa Arab, tidak mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi:
1. Objek
2. Pemilik dari Objek
3. Sifat dari Pemilik Objek
4. Sifat dari Objek

Eh eh... kok rumit seh??? Ehm... maksudnya begini.

Coba baca kalimat ini:

Rumah laki-laki yang besar itu bagus.

Apa yang besar dan apa yang bagus? Apakah yang besar laki-lakinya atau rumahnya? Yang hampir pasti tidak menimbulkan keraguan bahwa kata "bagus" dalam kalimat diatas, tentulah sifat untuk Rumah. Bener kan? Tapi bagaimana dengan kata "besar". Mensifati siapakah/apakah kata "besar" disini?

Kalau ditelisik dari struktur bahasa Inggris-nya, kita tidak menemui kesulitan:

The house of the big man is nice.

Terlihat yang "big" (besar) itu sifat dari "man" (laki-laki), sedangkan "nice" (bagus) itu sifat dari "house" (rumah).

Jelas bahwa:
1. Objek: The house
2. Pemilik dari Objek: the man
3. Sifat dari Pemilik : big
4. Sifat dari Objek: is nice

So, kita mudah sekali menentukan 4 hal itu bukan?

Lalu dalam bahasa Arab, juga mudah.
بيتُ الرجلِ الكبيرِ جميلٌ - baytu ar-rajuli al-kabiiri jamiilun (dibaca sambung: baytul rajulil kabiir jamiil)

1. Objek: بستُ baytu
2. Pemilik dari Objek: الرجلِ ar-rajuli
3. Sifat dari Pemilik : الكبير al-kabiiri
4. Sifat dari Objek: جميلٌ - jamiilun

Dari keterangan diatas kita bisa pelajari bahwa, susunan (Objek+Pemilik Objek)rangkaian ini menjadi kata majemuk (mudhof), dimana bisa diterjemahkan sebagai Objek "OF" Pemilik Objek.

Dalam contoh diatas:
بيتُ الرجلِ - baytul rajuli -- house of the man -- rumah milik laki-laki itu

Adanya tambahan al-kabiiri الكبير - disini menjadi sifat dari the man Al-Rajul. Tahunya dari mana? Entar dulu, kok bisa tahu sih? Jawabnya: Karena sama-sama ada AL (lihat AL-Rajuli & AL-Kabiiri) alias sama-sama definitif/ma'rifah, dan sama-sama ber-i'rob (harokat akhir) kasroh [yaitu rajulI dan kabiirI). Sehingga menjadi:

الرجلِ الكبيرِ - al-rajuli al-kabiiri (laki-laki yang besar itu)

Karena 2 faktor itu (sama i'rob, dan sama ma'rifah) --> dipastikan kabiir itu sifat dari rajul.

Akan tetapi kalau i'rob beda:

الرجلِ الكبيرُ - Al-Rajuli Al-Kabiiru --> karena i'rob kabiir adalah dhommah (kabiiru), berbeda dengan rajul yang kasroh (rajuli) --> maka kabiir disini bukan sifat dari rajul lagi. Jika ini kasusnya maka kabiir menjadi sifat dari baitu (rumah).

Sehingga kalau ditulis:
بيتُ الرجلِ الكبيرُ - baytu al-rajuli al-kabiiru
The house of the man is big. Rumah milik laki-laki itu besar.

Disini kabiir berfungsi sebagai sifat dari rumah, bukan laki-laki lagi.

Terlihat bahwa pengetahuan mengenai i'rob menjadi penting dalam menentukan fungsi dan kedudukan suatu kata. Kita sudah lihat dengan merubah i'rob kabiir, dari kabiiri menjadi kabiiru, maka dia berubah fungsi, yang awalnya sebagai sifat dari Pemilik Objek (the man), menjadi sifat objeknya (the house). Itulah inti pelajaran nahwu. Makanya isinya pelajaran nahwu, itu adalah mengetahui i'rob. Karena beda i'rob, maka beda arti.

Saya pernah dikasih kuiz oleh teman saya namanya Habib Fahmi. Coba menurut antum kata-kata dalam surat 6 ayat 123, yaitu أكابر مجرميها - akaabira mujrimiiha:
a. Penjahat-penjahat yang terbesar
b. Pembesar-pembesar Penjahat

Saya jawab: b. Alasan saya, karena kata akaabira mujrimiiha itu adalah kata majemuk, dimana:

mudhof (Objek): akaabira = pembesar-pembesar
mudhof ilaih (Pemilik Objek): mujrimiiha = (pen)jahat

Saya bilang ke teman saya, fokus nya adalah Objeknya dong: yaitu pembesar-pembesar.

Lalu teman saya itu mengatakan: Antum kayaknya salah. Coba check Quran terjemahan. Disitu diterjemahkan: Penjahat-penjahat terbesar. Saya check di Al-Quran digital di komputer saya, eh bener begitu diterjemahin, sbb:

6:123. Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri penjahat-penjahat yang terbesar agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri itu. Dan mereka tidak memperdayakan melainkan dirinya sendiri, sedang mereka tidak menyadarinya.

Hhmm saya sungguh penasaran. Lalu setelah memeriksa beberapa kitab tafsir (seperti Ibnu Katsir, dll), memang jelas bahwa yang dimaksud atau dituju oleh ayat itu adalah pembesar-pembesar (penguasa negeri atau raja-raja -red). Artinya terjemahan bebasnya: Pembesar-Pembesar Penjahat.

Kalau dipakai kaidah "OF/milik dari", maka bisa jadi artinya, pembesar2x milik penjahat, raja-raja milik penjahat. Ini bisa bermakna 2 hal(maaf ini ta'wil saya saja, tidak ada landasan ilmiahnya), 1) raja-raja milik penjahat, artinya raja suatu negeri yang sudah dikuasai oleh penjahat, atau raja suatu negri yang sudah bersekongkol dengan penjahat, atau 2) kelompok penjahat yang memiliki ketua. Jika arti kedua ini yang dipakai, maka sesungguhnya, terjemahan dari versi Quran yang banyak beredar tidak masalah. Karena antara penguasa suatu negri, tidak ada kaitan dengan ketua penjahat.

Masalahnya, kalau artinya yang pertama? Jika arti yang pertama, maka bisa berabe juga. Karena dengan pengertian ini terkandung makna, pembesar-pembesar (raja suatu negri), punya potensi berbuat yang tidak baik, sehingga menjadi penjahat. Sehingga dia dinobatkan sebagai raja (negeri itu) plus sekalian raja penjahat. Dalam kasus ini, raja itu sekaligus penjahat (beda dengan yang tadi, antara raja dan penjahat, dua orang yang berbeda).

Dengan model terjamah letterleijk (pakai kaidah Mudhof+Mudhof Ilaih), ayat itu menjadi sbb:

6:123. Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri Pembesar-pembesar (raja2x) Penjahat, agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri itu. Dan mereka tidak memperdayakan melainkan dirinya sendiri, sedang mereka tidak menyadarinya.

Allahu a'lam. Saya tidak ingin menta'wil terlalu jauh. Lagi pula, kita hanya membahas masalah kaidah penerjemahan mudhof, kan... Yang ingin saya sampaikan, pengetahuan mengenai mudhof ini membantu "menajamkan" terjemahan yang pas. Lihat bahwa dalam kasus 6:123 diatas, dengan menggunakan kaidah mudhof ini, lebih mendekati kepada apa yang tertulis dalam kitab-kitab tafsir tentang ayat ini. Allahu a'lam (bisa jadi saya salah).

Oke, sampai disini dulu ya... Insya Allah kita akan lanjutkan.

Selasa, 25 Desember 2007

Topik 68: Mengulang Mudhof Ilaih

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Pembaca yang dirahmati Allah SWT. Kita akan membahas mengenai surat An-Nashr. Baiklah kita mulai.

إذا جاء نصر الله والفتح - idza jaa-a nasru allahi wa al-fathu

idza: jika
jaa-a: telah datang
nasrullahi: pertolongan Allah (Help of Allah)
wa: dan
al-fathu: kemenangan (victory)

Pembaca yang dirahmati Allah, ada yang perlu kita ulang-ulang disini yaitu bentuk dari Mudhof Ilaih. Sudah kita singgung di beberapa topik yang lalu, akan tetapi kita ulang lagi disini, biar lebih mantafff getoh...

Oke. Perhatikan kalimat diatas. Pertama, kita analisis dulu struktur kalimatnya. Oke, kalimat diatas terdiri dari kata penghubung idza (إذا). Sekarang kalau kita buang kata idza kalimat tersebut akan menjadi:

جاء نصر الله والفتح - jaa-a nasrullahi wa al-fathu

Disini kita bertemu dengan kalimat fi'iliyyah (jumlah fi'liyyah). Eh ngomong2x kita pernah bahas gak ya pembagian kalimat (aqsam al-jumlah) dalam bahasa Arab? Belum atau sudah ya (maaf saya lupa, maklum udah umuran).

Hmm anggaplah belum ya. Oke. Dalam bahasa Arab, kalimat dibagi 2, yaitu:
1. Jumlah Fi'liyyah (kalimat yang dimulai kata kerja)
2. Jumlah Ismiyyah (kalimat yang dimulai dengan kata benda)

Nah kalimat جاء نصر الله والفتح - jaa-a nasrullahi wa al-fathu , ini adalah kalimat fi'liyyah, karena dimulai dengan Kata Kerja, yaitu KKL jaa-a (datang). Siapa yang datang? Ingat setiap fi'il (Kata Kerja) membutuhkan fa'il (pelaku alias subjek). Subjeknya biasanya setelah fi'ilnya.

Kalimat diatas subjeknya adalah نصر الله والفتح - nasrullahi wal fathu. Itulah subjeknya.

Secara umum banyak pola kalimat dalam bahasa Arab, dimana dia dibentuk dari jumlah fi'liyyah. Contohnya:

ضرب زيدٌ - dhoroba zaidun : Zaid telah memukul (jumlah fi'liyyah)

Agak sedikit beda dengan bahasa kita. Kalau kita letterleijk menerjemahkan kalimat diatas, maka mestinya, di terjemahkan "Telah memukul (sesuatu) si Zaid". Bedanya adalah dalam bahasa Indonesia, struktur kalimat itu diawali dengan Pelaku diikuti kata kerja. Sehingga kalau mengikuti ini kalimat diatas menjadi:

زيدٌ ضرب - Zaidun dhoraba : Zaid telah memukul (jumlah ismiyyah).

Perhatikan bahwa Kalimat diatas telah berubah menjadi jumlah ismiyyah. Dalam bahasa Indonesia kita tidak memiliki "kebebasan" seperti dalam bahasa Arab diatas.

Contohnya:

Zaid menulis --> (betul secara bahasa Indonesia). Dalam bahasa Arab: زيدٌ كتب - Zaidun kataba.

Menulis Zaid --> (salah secara bahasa Indonesia). Sedangkan dalam bahasa Arabnya tetap benar, yaitu كتب زيدٌ - kataba zaidun.

Disitu letak bedanya. Di bahasa Arab, posisi subjek boleh sebelum kata kerja, atau setelahnya.

Oke. Kembali ke topik utama... Kita mau bahas mengenai Mudhof Ilaih.

Perhatikan kata نصرُ اللهِ - nashru Allahi (dibaca cepat nashrullohi). Inilah dia mudhof (kata majemuk). Pas belajar ini saya sendiri juga rada bingung dengan definisi kata majemuk. Oke, tinggalkan yang susah, ambil yang mudah, pakai cara saya saja. Hehe...

Paling gampang belajar mudhof ini kalau kita mengerti struktur bahasa Inggris, tentang kepunyaan.

Misal kita katakan begini.

Umar's book (buku milik si Umar). Bisa kita jadikan dalam bentuk "OF", yaitu:

book of Umar (buku milik si Umar).

Nah bentuk: book of Umar ini lah yang disebut Mudhof, dalam bahasa Arab.

Contoh lain:

Allah's messenger (Rasul milik Allah / Rasul Allah). Bisa kita jadikan dalam bentuk "OF", yaitu:

Messenger of Allah.

Bagaimana bahasa Arab nya : Messenger of Allah?

Oke.

Messenger : رسولٌ - rasuulun
Allah: اللهُ - Allahu

Sehingga messenger of Allah = رسولُ اللهِ - Rasuulullahi.

Hmm... bentar-bentar kok bukan: رسولٌ اللهُ - Rasuulun Allahu (atau Rasuulullahu)?

Nah disini aturannya muncul (weleh aturan lagi... aturan lagi). Tenang, banyak latihan saja. Aturan gak usah dihafalin.

Kata rasuulun disebut mudhof, sedangkan kata Allahu disebut mudhof ilaih. Aturannya, Mudhof itu tidak boleh bertanwin, sehingga rasuulun harus dhommah saja menjadi rasuulu. Trus, mudhof ilaihi itu harus kasroh. Sehingga Allahu menjadi Allahi. Udah deh, cuman 2 itu aturannyanya... gampang kan.

Contoh lain:
baytun : rumah = house بيتٌ
Allahu : Allah

house of Allah (rumah Allah)? --> baitu Allahi (baitullahi) بيتُ اللهِ

Contoh lain:
qolamun : pen = pena قلمٌ
al-ustaadzu : ustadz الأستاذُ

the pen of ustadz (pena ustadz)? --> qolamu al-ustaadzi (qolamul ustaadzi) قلمُ الأستاذِ

Nah dalam surat An-Nashr ini ada contoh lain:
Help of Allah.
Help = nashrun نصرٌ

Sehingga Help of Allah نصرُ اللهِ - nashru Allahi (atau nashrullahi) : pertolongan Allah.
Demikian seterusnya. Kita telah ulang-ulangi topik mengenai mudhof ilah ini, semoga dengan diulang-ulang tambah jelas ya. Insya Allah, kita akan bahas mengenai adverb pada topik setelah ini.

Topik 67: Latihan Surat An Nashr

Bismillahirrahmanirrahim.

Para pembaca yang dirahmati Allah SWT. Kita akan memasuki latihan surat Pendek yang baru yaitu surat An-Nashr (pertolongan). Surat ini sengaja saya pilih, karena ada beberapa kaidah bahasa Arab yang menarik untuk dipelajari atau diulang-ulang. Diantaranya topik mengenai mudhof ilaih (kata majemuk), mashdar, isim haal (adverb), dan lain-lain.

Surat An-Nashr ini dalam dalam pembahasan ilmu Tafsir, sering diangkat sebagai contoh, bahwa Tafsir Al-Quranul Karim itu sudah ada di zaman Shahabat RA. Tafsir Al-Quran yang paling awal ada pada zaman Rasulullah SAW masih hidup. Shahabat RA, jika tidak tahu pengertian suatu ayat, maka para shahabat RA bertanya ke Rasulullah SAW. Rasulullah SAW kemudian menjelaskan maksud ayat yang ditanya. Penjelasan Rasulullah SAW itu terekam dalam kitab-kitab Hadist.

Generasi Tafsir selanjutnya adalah, Tafsir Shahabat.

Diceritakan dalam Shahih Bukhori:

Ibnu Abbas RA, berkata: Umar biasa membawa saya dalam perkumpulan jamaah mantan tentara-tentara perang Badar. Akan tetapi, ada seseorang yang seakan-akan tidak senang dengan kehadiran saya dalam perkumpulan itu. Orang itu kemudian berkata: "Umar, mengapa engkau membawa anak kecil ini yang seumuran anak-anak kita(waktu itu Ibnu Abbas masih kecil -pen), berkumpul bersama kita?". Lalu Umar berkata: "Sungguh, anak ini salah seorang yang kalian telah kenal".

Suatu hari Umar mengundang mereka, dan saya, untuk duduk bersama-sama dalam satu majelis. Dan saya tidak mengira, dia tidak mengundang saya, kecuali hanya bermaksud untuk memperlihatkan saya kepada mereka. Lalu Dia berkata: "Apa pendapatmu mengenai firman Allah berikut:
إِذَا جَآءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ

(bila datang pertolongan Allah dan kemenangan)

Lalu beberapa orang dari mereka berkata: "(Ayat itu maksudnya) Kita diperintahkan untuk memuji Allah dan mencari pengampunannya, pada saat kita diberikan pertolongan dan kemenangan". Beberapa orang yang lain diam saja, tidak berkata apa-apa. Lalu Umar berkata ke saya: "Betul begitu yang engkau katakan, ya Ibnu Abbas?". Lalu aku jawab: "Tidak". Dia kemudian bertanya: "(kalau begitu) Apa yang kamu katakan?". Lalu saya jawab: "Itu adalah masa akhir kehidupan Rasulullah SAW yang Allah SWT menginformasikan ke Beliau SAW. Allah berfirman: Jika datang pertolongan Allah dan kemenganan, itu berarti tanda-tanda dari akhir hayatmu (akhir hayat Rasulullah SAW-pen).

Maka bertasbihlah dengan memuji nama Tuhanmu, dan minta ampunlah, sesungguhnya Dia Maha Penerima Taubat.

Kemudian Umar bin Khattab berkata: "Aku tidak tahu (penafsiran lain-pen) selain yang engkau sebutkan itu".

Demikian, kutipan dari Tafsir Ibnu Katsir.

Sebagian ulama tafsir, menjelaskan pengertian yang dibawa oleh Shahabat Ibnu Abbas RA diatas adalah ta'wil ayat.

Maka jelas bagi kita bahwa Tafsir Al-Qur'an (maupun ta'wil) itu telah ada sejak zaman permulaan Islam sejak diturunkannya Al-Quran itu sendiri.

Adapun asbabun nuzul (sebab turun surat An-Nashr ini), dari riwayat Abburrazaq diceritakan bahwa ketika Rasulullah saw. masuk kota Makkah pada waktu Fathu Makkah, Khalid bin Walid diperintahkan memasuki Makkah dari jurusan dataran rendah untuk meggempur pasukan Quraisy (yang menyerangnya) serta merampas senjatanya. Setelah memperoleh kemenangan maka berbondong-bondonglah kaum Quraisy masuk Islam. Ayat ini (S.110:1-3) turun berkenaan dengan peristiwa itu sebagai perintah untuk memuji syukur dengan me-Maha Sucikan Allah atas kemenangannya dan meminta ampunan atas segala kesalahan.

Demikianlah secara singkat penjelasan mengenai surat An-Nashr ini. Kita insya Allah akan masuk dengan latihan.

Selasa, 18 Desember 2007

Topik 66: KKS Nashob

Bismillahirrahmanirrahim.

Pembaca yang dirahmati Allah SWT. Kita dalam topik ini akan masuk membahas bentuk KKS Nashob. Loh apa lagi nih?

Begini. Kemaren kita sudah kasih contoh:

أحب أن تلبس هذا اللباس - uhibbu an talbasa hadza al-libaas : saya senang Anda memakai baju ini.

Nah, bentuk تلبسَ - talbasa itu adalah bentuk KKS Nashob dari تلبسُ - talbasu. Secara arti tetap sama. Talbasa dan Talbasu artinya: memakai (mengenakan - pakaian). Kenapa ada bedanya?

Jadi ceritanya begini. Asal dari KKS itu adalah KKS Rofa'. Nah bentuk dari KKS Rofa' diatas dapat berubah menjadi 2 bentuk:
- KKS Nashob
- KKS Jazm

Hmm... agak membingungkan... It's ok. Intinya ingat saja bahwa, satu KKS itu, dia berubah bentuk menjadi KKS Nashob atau KKS Jazm, jika ada kata pengubahnya (yang disebut Amil, yaitu Amil Nashob dan Amil Jazm).

Dalam kalimat diatas, kata talbasu, berubah menjadi talbasa karena ada Amil Nashob, yaitu AN أن.

Nah Amil Nasho lain, yaitu لن - lan : tidak akan (never)

Kata diatas kita bisa coba ganti AN dengan LAN

أحب لن تلبس هذا اللباس - uhibbu lan talbasa hadza al-libaas : saya senang Anda tidak pernah memakai baju ini (I love that you never wear this dress).

Perhatikan bahwa LAN juga membuat KKS yang awalnya Rofa' (talbasu), menjadi Nashob (talbasa).

Di Quran contohnya sbb (Al-Baqaroh:55):

وإذ قلتم يا موسى لن نؤمن لك حتى نرى الله جهرة - wa idz qultum yaa Musa lan nu'mina laka hattaa nara Allaha jahrah : dan ingatlah (ketika) kalian berkata "yaa Musa, kami tidak akan beriman kepada mu, sampai kami melihat Allah".

Perhatikan bahwa kata nu'minu berubah jadi nu'mina.

نؤمنُ لك - nu'minu laka : kami beriman kepada mu
لن نؤمنَ لك - lan nu'mina laka: kami tidak akan pernah (never) beriman kepada mu.

KKS Rofa' (nu'minu) berubah menjadi KKS Nashob (nu'mina).

Amil lain adalah hatta (sampai). Contohnya ada di surat Al-Baqarah:120.

حتى تتبعَ ملتهم - hatta tattabi'a millatahum : sampai kamu mengikuti millah mereka

Perhatikan bahwa karena ada hatta, kata tatabi'u (KKS Rofa') berubah menjadi tattabi'a. Asalnya sbb:

تتبعُ ملتهم - tattabi'u millatahum : kamu mengikuti millah mereka.

Demikian contoh-contoh dapat kita berikan.

Kesimpulannya: sebuah kata KKS dapat berubah dari Rofa' (kondisi asal) menjadi KKS Nashob, karena adanya huruf 'amil antara lain : AN (أنْ), LAN (لنْ), atau HATTA (حتى).

Insya Allah, kita akan kembali latihan surat-surat pendek, pada topik-topik berikut ini.

Minggu, 16 Desember 2007

Topik 65: An si Jembatan

Bismillahirrahmanirrahim.

Pembaca yang dirahmati Allah SWT. Karena ada sedikit waktu luang, saya coba sisipkan satu materi mengenai أنْ - an. Saya kasih judul An si Jembatan. Hehe...

Kenapa disebut Jembatan?

Nah gini... Itu istilah saya saja ya... gak akan ditemukan di buku-buku bahasa Arab lho...

Fungsi AN.

An itu berfungsi layaknya jembatan pada 2 kata kerja. Jadi ceritanya, biasanya kalau kata kerja sesudahnya membutuhkan kata benda.

Misalkan:

Saya suka sama pakaian Anda - I love your dress

أحب لباسك - uhibbu libaasaka

Nah perhatikan polanya:

Uhibbu: adalah kata kerja (fi'il mudhori' - KKS). Setelahnya adalah Libaasaka (isim - kata benda)

Nah gimana kalau saya berkata begini:

Saya suka kamu pakai baju ini - I love (that) you wear this dress

أحب أن تلبس هذا اللباس - uhibbu an talbasa hadza al-libaas

Perhatikan. Mestinya talbasu (You Wear), tapi berobah menjadi talbasa, karena kemasukan An (kita akan perdalam mengenai masalah ini di topik 66, Insya Allah).

Ada 2 kata kerja. Padahal setelah kata Uhibbu (I Love), maka kata ini mengharapkan Isim (Kata Benda). Jadi mestinya begini:

أحب تلبس هذا اللباس - uhibbu talbasu hadza al-libaas

Perhatikan bahwa, dua kata kerja yang berdekatan, ini janggal (bisa dikatakan menyalahi aturan). Ada 2 kata kerja yaitu uhibbu (I love), dan talbasu (You wear), yang berdekatan. Ini gak boleh fren... So, solusinya gimana?

Ini dia solusinya: Kasih saja AN أنْ diantara ke dua kata kerja tersebut. Sehingga kalimatnya menjadi:

أحب أن تلبس هذا اللباس - uhibbu an talbasa hadza al-libaas

Gitu mak cik...

Contoh-contoh di Qur'an cukup banyak. Ambil saja akhir surat Yasin (yang Insya Allah, Bapak2x kita banyak yang hafal surat Yasin ini).

إنما أمره إذا أراد شيئا أنْ يقولَ له كن فيكون - innamaa amruhu idzaa araada syai-an an yaquula lahu kun fayakun - Sesungguhnya kedaannya jika Dia menghendaki sesuatu, hanyalah Dia berkata kepadanya : "jadilah", maka jadilah ia.

Perhatikan bahwa sesudah kata araada (menghendaki) memang ada kata benda syai-an, maka setelah syai-an itupun harus kata benda, sebagai keterangan pelengkap bagi syai-an. Masalahnya adalah setelah syai-an itu ada yaquulu (Dia berkata). Ini adalah fi'il. Masalah kan?

Solusinya adalah, diberikan AN didepan fi'il tersebut. Sehingga menjadi An yaquula (ingat yaquulu, kemasukan An, berubah menjadi yaquula).

Hukumnya gimana?

Oke, kalau kata kerja kemasukan An didepannya maka An+Kata Kerja tersebut, dihukumi sebagai Kata Benda.

Demikian, semoga menjadi jelas ya, kalau ketemu AN di dalam Al-Quran, atau text bahasa Arab, maka itu untuk "membendakan" kata kerja setelahnya.

Kita bisa bikin contoh lain.

I want to (go to) terminal: Saya ingin ke terminal

أريد إلي المحطة - uriidu ila al-mahaththah

Perhatikan setelah uriidu (saya ingin), ada kata JER+MAJRUR. JER=ilaa (ke) MAJRUR=Mahaththah (terminal). Ingat lagi hukum JER+MAJRUR = Isim. Sehingga kalimat diatas gak masalah.

Kalau kalimat diatas saya ubah:

أريد أذهب إلي المحطة - uriidu adzhabuu ila al-mahaththah

Perhatikan ada 2 kata kerja yang berdekatan (uriidu = saya ingin) dan (adzhabu = saya pergi). Ini masalah. Maka perlu disisipkan AN, sehingga menjadi:

أريد أن أذهبَ إلي المحطة - uriidu an adzhaba ila al-mahaththah : saya ingin (bahwa) saya pergi ke terminal.

Nah kalimat ini sudah ok, karena sudah di jembatani oleh An.

Demikian, penjelasan mengenai AN.

Allahu A'lam.

Sabtu, 08 Desember 2007

Topik 64: KKT-4

Bismillahirrahmanirrahim

Pembaca yang dirahmati Allah SWT. Kita akan segera mengakhiri latihan surat Al-‘Ashr ini. Sengaja surat ini saya pilih, karena banyak pelajaran bahasa Arab yang kita bisa dapatkan. Oke sebelum masuk ke penggalan terakhir ayat 3 surat Al-‘Ashr, kita ingat-ingat lagi apa saja yang kita sudah pelajari dalam surat Al-‘Ashr ini.

Oke, kita sudah bahas, ciri-ciri waw dalam kedudukan sumpah (waw qosam). Wal ‘ashri. Demi masa. Demi disitu adalah waw dalam kedudukan sumpah.

Kemudian kita membahas panjang lebar penggunaan Inna, dan saudara-saudara Inna. Dimana kita bahas bahwa Inna itu menashobkan mubtada, dan merofa’kan khobar. Innal insaana (insan, dalam harokat nashob / fathah). Karena Inna ini belawanan secara tugas/fungsi dengan Kaana, maka kita bahas juga mengenai fungsi dan peranan Kaana.

Kemudian kita bahas juga mengenai Illa, dan macam-macam kemungkinan pemakaian kata Illa. Terakhir kita bahas mengenai ciri kata kerja lampau (KKL) untuk jamak yaitu dengan adanya huruf waw alif. Dan kita bahas juga mengenai kata shoolihaat, yaitu mengenai aturan Jamak Muannats Salim.

Sampailah kita pada penggalan terakhir surat Al-‘Ashr ini.

وتواصوا بالحق وتواصوا بالصبر – wa tawaashau bi al-haqqi wa tawaashau bi ash-shobri : dan mereka saling bernasehat dengan kebenaran (haq) dan mereka saling bernasehat dengan kesabaran

Apa yang kita akan pelajari? Disini kita akan membahas mengenai KKT-4. Hmmm... sound interesting... Ya, kita akan bahas KKT-4. Ingat kita sudah bahas KKT-1 dan KKT-2, serta KKT-8 (lihat lagi topik-topik terdahulu). Oke... kita singgung sedikiiiiit saja mengenai KKT-1 dan 2. KKT-1 contohnya أنزل – anzala : menurunkan, atau أكتب – aktaba: menuliskan, dll. Ciri KKT-1 yaitu ada tambahan alif dari KK Asli (3 huruf).

Sedangkan KKT-2, adalah KK Asli yang huruf ke duanya di tasydid. Contohnya: نزّل – nazzala : menurunkan, atau كتّب – kattaba : menuliskan. Atau علّم – ‘allama : mengajarkan, dll.

Sedangkan contoh KKT-8 adalah استغفر – istaghfara : minta ampun. Ciri-cirinya, ada tambahan alif sin ta.

Bagaimana dengan KKT-4? Eh, ntar dulu, kok KKT-3 nya gak kita pelajari? Hmm... Pada saatnya nanti kita akan singgung ya (revisi: KKT-3 sudah kita singgung pada contoh qotala: membunuh, dan qootala (ada tambahan alif): berperang). Sekarang kita bahas saja KKT-4... Oke?

KATA KERJA TURUNAN ke 4 (KKT-4)

Misalkan begini. Saya buat kalimat:

Umar bertanya: سئل عمر – sa-a-la Umar
Zaid bertanya: سئل زيد – sa-a-la Zaid
Laili bertanya: سئلت ليلي – sa-a-lat Laili

Nah kalau kita bayangkan mereka bertanya ke ustadnya, kita bisa mengatakan:

هم سئلوا – hum sa-a-luu : mereka bertanya.

Nah, kalau mereka itu saling bertanya kepada satu sama lain, maka kita mengatakan:

هم تسائلوا – hum tasaa-a-luu : mereka saling bertanya.

Kata تسائلوا – tasaa-a-luu, adalah KKL KKT-4, sedangkan bentuk KKS KKT-4 nya adalah

هم يتسائلون – hum yatasaa-a-luun: mereka saling bertanya.

Nah, kira-kira kebayangkan apa itu KKT-4.

Kita kasih contoh lain ya, KKT-4 itu dalam surat An-Naba’ ayat 1.

عمّ يتسائلون – ‘amma yatasaa-a-luun : tentang apa mereka saling bertanya.

Perhatikan kata عمَ – ‘amma, asalnya adalah:

عن = tentang
ما = apa

Jika digabung, alif pada maa hilang sehingga menjadi عمّ – ‘amma. Nah يتسائلون – yatasaa-a-luun :mereka saling bertanya, adalah KKT-4 dari سئل sa-a-la.

Apa esensinya? Perhatikan bahwa KKT-4 ini dipakai untuk menjelaskan suatu kata kerja yang dilakukan oleh beberapa orang dalam makna saling (saling berinteraksi).

Contoh di surat Al-‘Ashr ini juga begitu. Lihat kembali:

وتواصوا بالحق وتواصوا بالصبر

Kata تواصوا – tawaashaw, diatas adalah KKL KKT-4 dari kata وصى – washaa : dia menasehati, atau وصوا – washaw : mereka menasehati. Nah kalau “mereka saling menasehati”, kita tambahkan awalan ت dan sisipan ا , sehingga menjadi تواصوا – tawaashaw.

Contoh lain dari KKT-4 ini ada di surat Al-Muthaffifin (83) ayat 30

وإذا مرَوا بهم يتغامزون – wa idzaa marruu bihim yataghaamazuun : Dan apabila (orang-orang yang beriman) lewat di hadapan mereka, mereka saling mengedipkan matanya.

Lihat disitu kata يتغامزون – yataghaamazuun, adalah KKS KKT-4, sedangkan KKL KKT-4 nya تغامزوا – taghaamazuu. Ada tambahan ta diawal dan sisipan alif setelah gho. Yang artinya saling mengedipkan mata. Sedangkan kalau tambahan ta dan alif itu dibuang, maka artinya “mengedipkan mata” (tidak “saling mengedipkan mata”).

Demikianlah telah kita tuntaskan pembahasan surat Al-‘Ashr ini. Insya Allah kita akan lanjutkan dengan topik-topik lainnya.

Jumat, 07 Desember 2007

Topik 63: Jamak Muannats Salim

Bismillahirrahmanirrahim

Pembaca yang dirahmati Allah SWT. Pada topik ini kita akan bahas mengenai Jamak Muannats Salim. Apa itu?

Sebagaimana diketahui jenis kata benda dalam bahasa Arab ada 2, yaitu:
1. Mudzakkar (pria)
2. Muannats (wanita)

Pembagian tersebut berdasarkan sima’i (apa yang didengar) dari perkataan orang Arab. Contoh kata benda yang berjenis Mudzakkar:

البيت – al-baytu : rumah
الولد – al-waladu : anak laki-laki
الرجال – ar-rijaalu : laki-laki dewasa
الباب – al-baabu : pintu
الكتاب – al-kitaabu : buku
القلم – al-qolamu : pena
الفتى – al-fataa : pemuda

Semua kata benda diatas adalah kata benda berjenis mudzakkar. Dan semuanya adalah kata benda tunggal.

Bagaimana bentuk dual (dua buah/dua orang)? Oh ya, bentuk dual ini, saya baru tahu loh, ada. Karena selama ini hanya kenal bahasa Inggris dan Indonesia saja, saya kaget juga begitu tahu, ooo... ternyata di bahasa Arab ada bentuk dual. Dan bentuk dual ini, alhamdulillah, bukan sima’i (alias ada rumusnya). Rumusnya sederhana, tambahkan alif dan nun ( ان ). Sehingga kalau diterapkan di contoh-contoh diatas:

البيت – al-baytu : satu rumah, menjadi البيتان – al-baytaan : dua rumah
الولد – al-waladu: satu anak laki-laki, menjadi الولدان – al-waladaan : dua anak laki-laki
البنت – al-bintu : satu anak perempuan, menjadi البنتان – al-bintaan : dua anak perempuan (eh ngomong2x pulau bintan itu, apa ngambil dari bahasa Arab ya?)

Dan seterusnya. Nah bagaimana, bentuk 3 buah atau 3 orang atau lebih. Ini disebut jamak. Nah kata-kata diatas, bentuk jamaknya, susaaaaaah…. Harus diahafalin… wekk… Orang udah umuran kayak saya ini paling sukar ngafal hik hik… So, singkat kata, jamak mudzakkar itu ada 2 macam. Ada yang teratur (ada rumusnya), ada yang tidak teratur (tidak ada rumusnya, alias harus dihafal jek!!!)

Nah yang beraturan itu disebut: Jamak Salim. Sedangkan yang tidak beraturan disebut Jamak Taksir.

Contoh kata-kata diatas:
البيت – al-baytu : satu rumah. Banyak rumah? البيوت – al-buyuut : banyak rumah. (Ngomong-ngomong dibahasa kita bapaknya kakek disebut buyut, kan?)

Gimana aturannya dari baytu menjadi buyuut? Gak ada. Alias harus dihafal. Jadi singkat cerita, kalau bicara Jamak Mudzakkar, itu lebih kompleks fren... Kudu musti minum gingobiloba (obat vitamin otak -red)... hehehe... Sangking rada kompleks biasanya buku bahasa Arab, misahin dalam satu atau dua bab sendiri, untuk mbahas jamak mudzakkar ini.

Leh leh leh... BTW, kita kan harusnya ngomogin Jamak Muannats Salim (Jamak Perempuan Beraturan) ya...? Eh iya...ya... Kan kita lagi bahas surat Al-Ashr ayat 3...Oke oke... Kembali ke jalan yang benar...

Ingat lagi ayat 3 Surat Al-‘Ashr:

وعملوا الصالحات – wa ‘amiluu ash-shoolihaati

Nah kita sudah bahas kan, masalah waw alif pada kata ‘aamiluu. Sekarang kita bahas kata الصالحات – ash-shoolihaat: yang sholeh-sholeh. Ini adalah kata jadian dari kata kerja صلح – sholiha : sholeh (kata kerja). Lalu isim fai’il (kata kerja pelaku) dari kata sholih tersebut adalah: صالح -shoolihun: yang artinya yang sholih. Kata ini sebenarnya adalah kata shifat, yang setara dengan isim fa’il.

Oke, kita kembali:

الصالح - ash-shoolih: yang sholeh (tunggal)
الصالحان - ash-shoolihaan: dua yang sholeh
الصالحون – ash-shoolihuun : yang sholeh-sholeh – Jamak Mudzakkar Salim

Sekarang kalau kata الصالح – ash-shoolih jika berbentuk Muannats, maka perubahannya sbb:

الصالحة - ash-shoolihah: yang sholeh (tunggal)
الصالحتان - ash-shoolihataan: dua yang sholeh
الصالحات – ash-shoolihaat : yang sholeh-sholeh – Jamak Muannats Salim

Lihat bahwa membentuk Jamak Muannats Salim, sangat sederhana rumusnya. Apa itu? Huruf ta marbuthoh nya ( ـة) diganti menjadi ات . Contohnya:

مسلمة – muslimatun (bisa juga dibaca muslimah): 1 orang wanita muslim
مسلمات – muslimaatun (bisa juga dibaca muslimaat): banyak wanita muslim

الكرة – al-kurah : 1 buah bola
الكرات – al-kuraat : banyak bola

مسرورة – masruuratun : 1 wanita bahagia
مسرورات – masruuraatun : banyak wanita bahagia

شيارة – sayyarah : 1 buah mobil
شيارات – sayyaraat : banyak mobil

Dan banyak lagi kata-kata jamak muannats salim yang bisa dibuat. Intinya kalau bertemu dengan satu kata yang diakhiri dengan ta-marbuthah ةatau ـة maka dapat diduga itu adalah kata benda untuk muannats (wanita) tunggal. Jika ingin membentuk kata jamaknya maka tinggal diubah menjadi ات .

Dalam kalimat kita bisa buat sbb:

This is a car: هذه شيارة – hadzihi syayyaarah : ini sebuah mobil
These are two cars: هاتان شيارتان – haataani syayyaarataan : ini dua buah mobil
These are cars : هآألآء شيارات – haaulaa-i syayyaaraat : ini banyak mobil

Lihat bahwa kata benda penunjuk (isim isyaroh) mengikuti bentuk kata bendanya.

Jika kalimatnya kita buat panjang, artinya kata benda tersebut kita tambahkan lagi shifat, maka contohnya sebagai berikut.

This is the new ball: هذه الكرة الجديدة – hadzihi al-kuratu al-jadiidatu : ini sebuah bola baru.

Lihat juga bahwa shifat (الجديد – al-jadiid) juga mengikuti kata yang dia shifati. Karena kata al-kuratu (bisa dibaca al-kurah) adalah muannats, maka kata shifat nya juga harus muannats. Muannatst nya الجديد – al-jadiid, adalah الجديدة – al-jadiidah (atau al-jadiidatu). Lebih lanjut untuk dual dan jamaknya, sbb:

These are the two new balls: هاتان اكرتان الجديدتان – haataani al-kurataan al-jadiidataan: ini dua buah bola baru.

These are the new balls: هآألآء الكرات الجديدات – haaulaa-i al-kuraat al-jadiidaat : ini bola-bola baru.

Kembali ke topik kita tentang surat Al-Ashr ayat 3:

وعملوا الصالحات – wa ‘amiluu ash-shoolihaati : dan mereka mengerjakan (amalan) yang sholeh-sholeh.

Kita sebutkan ciri-ciri jamak muannats salim yaitu adanya huruf ات pada akhir kata benda tersebut.

Demikianlah telah kita bahas ayat 3 ini, dan kita segera masuk ke penggalan ke dua ayat ini yaitu وتواصوا بالحق وتواصوا بالصبر – wa tawaashaw bil-haqqi wa tawaashaw bish-shobri. Insya Allah.

Selasa, 04 Desember 2007

Topik 62: Lanjutan Latihan Surat Al-‘Ashr ayat 3

Bismillahirrahmanirrahim

Para pembaca yang dirahmati Allah SWT. Kita telah membahas separoh dari ayat 3 surat Al-Ashr. Kita ulangi lagi ya.

إلا الذين آمنوا وعملوا الصالحات – illa alladziina aamanu wa ‘amilu ash-shoolihaat

Illa = kecuali
Alladziina = orang-orang yang
Aamanuu = (orang-orang yang) beriman
Wa = dan
‘aamilu = orang-orang yang beramal
Ash-shoolihaat = yang sholeh

Yang bisa kita pelajari adalah secara ringkas sbb:
1. Bila ada kata Inna .... Illa ..., maka pemberian Inna itu mendukung adanya pengecualian (dengan Illa).
2. Kita pelajari isim mashul, yaitu alladziina. Apa kedudukan dan fungsinya.
3. Kita akan sebutkan lagi ciri-ciri fiil madhy (KKL) untuk pelaku orang ketiga jamak, yaitu adanya waw alif
4. Kita akan pelajari bentuk jamak muannats salim (jamak perempuan beraturan).

Pembahasan 1 dan 2 sudah kita selesaikan pada topik 61. Pada topik ini kita akan bahas mengenai pembahasan 3 dan 4. Insya Allah.

Oke baiklah, kita mulai.

Ambil kata آمنوا وعملوا = (mereka) (telah) beriman dan (mereka) (telah) beramal. Kenapa saya tambahkan (mereka) dan (telah)? Karena kata tersebut menunjukkan pelakunya orang ke 3 jamak (mereka) dan kata kerjanya kata kerja lampau KKL. Sehingga paling pas ditambahkan "telah".

Kita ulang-ulang lagi mengenai jenis-jenis fi’il (verb) atau kata kerja. Dalam bahasa Arab fi’il hanya dibagi dua:
1. KKL (Kata Kerja Lampau) Fi’il Madhy
2. KKS (Kata Kerja Sedang) Fi’il Mudhori’

Kita ambil contoh yang sering kita pakai: to write (menulis) : كتب – يكتب : kataba – yaktubu

Kata KATABA-YAKTUBU itulah entri pertama yang kita lihat dalam kamus. Oh ya, bagi yang belum pernah melihat kamus bahasa Arab, dijamin akan bingung pada awalnya untuk mencari kata dalam kamus tsb. Perlu pembiasaan, dan keterampilan untuk mencari akar kata. Oh ya, akar kata dalam tulisan disini sering disebut juga KKL. Seperti to write (menulis) KKL nya adakah kataba كتب , maka kita cari di KAF ك . Hampir semua (atau sebagian besar) kata dalam bahasa arab, khususnya kata kerja dan kata benda terdiri dari akar kata (KKL) tiga huruf. Seperti to write (menulis), KKL nya كتب – kataba, dan KKS nya يكتب – yaktubu.

Oh iya ingat-ingat kembali bahwa kata kerja itu dalam bahasa Arab, aslinya kebanyakan berbentuk 3 huruf. Sedangkan dari kata kerja asli itu bisa kita bentuk KKT – Kata Kerja Turunan. Ada 8 jenis bentuk kata kerja turunan. Sehingga secara pola kata كتب - kataba itu bisa kita bentuk menjadi 8 bentuk kata kerja baru, yang kita sebut KKT-1, KKT-2, dst, sampai KKT-8.

Balik lagi ke fungsi kamus, dan cara membaca kamus bahasa Arab. Di kamus bahasa Arab, kata-kata disusun berdasarkan entri KKL dari Kata Kerja Asli. Contoh: kalau kita menemukan kata قاتل – qoo ta la, maka bagaimana cara mencari di Kamus?

Atau kalau kita menemukan kata ينزل – yunzilu, nah bagaimana cara mencari arti kata itu di Kamus?

Ini perlu latihan. Sekali lagi latihan. Apa? Latihan. Hehe... Ya, practice makes perfect, kan. Oke kalau kita lihat lagi contoh soal:

Kata قاتل –qootala, maka kita tahu bahwa ini adalah bentuk dari KKT-2 (artinya bukan Kata Kerja Asli, tapi KK Turunan). Lho-lho ntar dulu, kok Mas tahu ini KKT-2. Hmm ini sudah dijelaskan dulu rasanya. Tapi baiklah, mengulang-ulang pelajaran itu membuat lebih ingat. KKT-2 itu ada tambahan alif setelah huruf pertama dari KKL nya.

Kalau قاتل – qootala, adalah KKT-2, dan katanya KKT-2 itu ada tambahan alif, berarti alif dalam qootala itu adalah tambahan. Kalau saya buang maka dia berubah jadi KK Asli. Benar gak? Benar! Anda tepat sekali.

Dengan kata lain kata قاتل – harus dicari di entri قتل – qotala. Kalau ketemu, telusuri kata-kata dibawahnya, niscaya dikamus Anda akan bertemu entri قاتل – qootala, nah lihat deh tuh artinya apa. Kurang lebih di kamus urutannya spt ini:

قتل – qotala : membunuh

dibawah entri qotala itu akan ditemukan:

قاتل – qootala: berperang

Oke untuk anzala, lihat lagi topik2x yang lalu, sudah panjang lebar dibahas.Tapi saya ringkas saja, kalau mencari anzala أنزل jangan cari di ALIF أ, tapi carilah di huruf ن. Kenapa, karena alif itu huruf tambahan bagi KKT-1. Sama juga dengan mencari yunzilu ينزل - jangan cari di ي , karena ya itu tambahan bagi fi'il mudhori' (ingat tambahan YA ANITA di fi'il mudhori'). Ah... belum ngerti... oke... baca lagi dari topik 1 ya... pelan-pelan...

Kembali ke laptop… Kita kembali ke ayat :

آمنوا وعملوا - aamanuu ‘amiluu

Ini adalah ciri-ciri KKL yang akan sering kita temukan di dalam Al-Quran. Apa itu yaitu adanya waw alif. وا .

Eit bentar dulu. Huruf Waw Alif itu, tidak hanya mengindikasikan KKL lho... Setidaknya jika ketemu Waw Alif, maka itu hampir pasti Kata Kerja, dan bisa menjadi salah satu dari hal-hal berikut ini, yaitu dia:
1. KKL untuk orang ke 3 atau 2 jamak, atau
2. KKS untuk orang ke 3 atau 2 jamak yang kena huruf amil jazm
3. KK Perintah (fi’il amr) untuk orang ke 2 jamak
4. KKS untuk orang ke 3 atau 2 jamak dalam kalimat syarat jawab

Oke banyak buaaanget sih... puzinggg... Tenang-tenang... yang paling banyak itu adalah no.1. Jadi kalau ketemu kata yang akhirnya adalah waw alif, maka kita bisa duga dia adalah KKL untuk orang ketiga jamak. Contoh surat Al-'Ashr ayat 3 ini.

Contoh Kasus no. 2:

فليعبدوا رب هذا البيت - falya'buduu rabba hadzaa al-bayti (QS. 106:3)
Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan (pemilik) rumah ini (Ka'bah).

Perhatikan kata falya'budu itu asalnya sbb:
يعبدون - ya'buduuna = mereka menyembah (KKS)

Karena kemasukan amil jazm (huruf yang menjazmkan) yaitu لِ - li : hendaklah, maka kata itu berubah menjadi
ل + يعبدوا

atau menjadi ليعبدوا - liya'buduu = hendaklah mereka menyembah. Oh ya huruf LI (=hendaklah) ini dalam bahasa Arab disebut Harf LI AMR (huruf Li perintah, untuk orang 3 tunggal atau jamak).

So,lihat lagi contoh 1, 2 diatas, perhatikan lagi kata yang ada waw alif (وا ) di-akhir kata, maka dapat dipastikan itu adalah kata kerja kata kerja yang jika diterjemahkan mereka .... Tinggal dilihat jika depannya ada YA ANITA maka dia KKS. Tapi jika tidak ada YA ANITA seperti آمنوا وعملوا (aamanuu atau 'amiluu), maka kata itu adalah KKL (Kata Kerja Lampau), sehingga kalau mau nerjemahin letterlej: mereka (telah) beriman, mereka (telah) beramal.

Contoh Kasus no. 3:

اعيدلوا هو أكرب للتقوى - i'diluu huwa aqrabu littaqwaa (QS 5:8)
Berbuat adillah kalian, karena dia lebih dekat kepada taqwa.

Perhatikan pada kata i'diluu, ada waw alif disitu, menandakan dia kata kerja untuk orang ke 2 / ke 3 jamak. Dan lihat ada tambahan Alif Amr sebelum ain, menandakan ini Kata Kerja Perintah, untuk orang ke 2 (Ingat Alif Amr itu merujuk kepada perintah bagi orang ke 2, sedangkan LI AMR merujuk kepada orang ke 3 - lihat kasus no. 2).

Contoh Kasus no. 4:

فأينما تولوا فثم وجه الله - fa ainamaa tuwalluu fa tsamma wajhu allahi (QS 1:115)
Maka kemanapun kamu memalingkan mukamu, maka disana (ada) wajah Allah.

Perhatikan disini, ada kalimat syarat: kemanapun kamu memalingkan mukamu, dan ada kalimat jawab: maka disana (ada) wajah Allah.

Perhatikan bahwa asal katanya sbb:
تولون - tuwalluuna : kalian memalingkan, karena dalam posisi kalimat syarat, maka dia berubah menjadi: تولوا - tuwalluu

Atau contoh lain:
إن يجلسوا أجلسْ - in yajlisuu ajlis : jika mereka duduk, (maka) aku(pun) duduk.

Asal kalimatnya begini:
يجلسون أجلسُ - yajlisuuna ajlisuu : mereka duduk, saya duduk.

Kalau kita hendak mengatakan: jika mereka duduk, saya(pun) duduk, maka kedua Kata Kerja tersebut harus di Jazm-kan.

Perhatikan asalnya adalah يجلسون - yajlisuuna = mereka duduk, karena menjadi bagian dari kalimat syarat (jika mereka duduk), maka yajlisuuna, berubah menjadi يجلسوا - yajlisuu (ada waw alif nya). Dan kalimat jawabnya adalah أجلسْ - ajlis (maka sayapun duduk). Lihat kata ini JAZM, maka huruf terakhir harokatnya mati, sehingga dibaca ajlis (tidak boleh ajlisu).

Demikianlah sudah kita bahas dengan panjang lebar, apa faedah melihat adanya وا dalam di sebuah akhir kata. Dimana adanya waw nun ini, kita jadi tahu, itu adalah Kata Kerja untuk pelaku jamak (orang ke 3 atau orang ke 2). Sedangkan apakah dia KKL atau tidak tinggal dilihat, apakah ada tambahan-tambahan YA ANITA didepannya. Nah, yang terjadi disurat Al-'Ashr ayat 3 ini, ayat yang sedang kita latih, adalah kasus waw alif sebagai ciri dari Kata Kerja Lampau (KKL) / fi'il madhy, untuk orang ke 3 jamak (mereka).

Perubahan dari waw nun ون ke waw alif وا pada KKS, secara ringkas disebabkan 2 hal:
1. Kemasukan amil (huruf yang bertugas) menashobkan fi'il mudhory, seperti أن - an, حتى - hatta , dll
2. Kemasukan amil (huruf yang bertugas) menjazmkan fi'il mudhory, seperti لم - lam, ل - li (amr), لا - laa (laa nahi), dll

Selain dari hal itu, maka وا itu ada karena memang bagian dari KKL (bukan karena KKS yang kemasukan amil nashob atau amil jazm.

Bingung gak ya? Semoga gak ya... Next time saya akan usahakan deh mbahas yang mudah-mudah dulu...

Insya Allah topik selanjutnya kita akan bahas Jamak Muannats Salim (Jamak Perempuan Beraturan).