Senin, 25 Agustus 2008

Topik 84: Lam Yakun Alladzi

Bismillahirrahmanirrahim.

Pertanyaan dari Pak Amril tanggal 25/8/2008:

Tolong di bahas ayat berikut ini dong,

Lam yakunil .... dst.

Yang artinya:

Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata, (QS. 98:1).

Saya kesulitan mengartikan "Lam Yakun" Kalau harfianya kan "Tidak akan menjadi(dia sedang/akan membuat menjadi jadi)" tapi kok susah banget nyambungin dengan terjemahan diatas?


Insya Allah saya akan jawab semampunya.

Memang urusan menarjamakan KAANA ini agak sedikit merepotkan di awalnya. Tapi kalau sudah terbiasa, akan dapat "feeling"nya, dalam menarjamah.

LAM YAKUN لم يكن

Secara harafiah, LAM sering diterjemahkan dengan "tidak" atau "belum". Sedangkan KAANA sering ditarjamahkan "adalah".

Nah, saya menduga penanya menganggap YAKUN sama dengan KUN, yang artinya "menjadi". Seperti dalam kalimat KUN, FA YAKUUN (Jadilah! Maka menjadilah dia).

Sebenarnya tidak demikian. Kalau secara harafiah: kata KUN FAYAKUUN itu tarjamahnya: Menjadilah! Maka dia adalah. Hehehe... bingung kan? Oleh karena itu kadang, lebih "aman" kata KAANA itu dibayangkan saja dalam pikiran dengan sbb: seseorang/sesuatu menjadi pada kondisi tertentu diwaktu lampau (KAANA) atau di waktu sekarang (YAKUUNU). Sehingga, KUN FAYAKUUN, dapat dibayangkan: Jadilah! Maka benda itu menjadi dalam kondisi tertentu.

Kalau kita lihat tashrif كان adalah:

كان - يكون : kaana - yakuunu

Kaana, yakuunu sendiri bisa ditarjamah dengan banyak cara:
1. Tidak ditarjamahkan
2. Ditarjamah dengan kata "dulu dia ...", atau "senantiasa dia"
3. Ditarjamah dengan kata "adalah"

seperti: وكان الله عليما حكيما - wa kaana Allahu 'aliiman hakiiman

Bisa diterjemahkan:
1. Dan Allah Maha Tahu lagi Maha Adil
2. Senantiasa Allah Maha Tahu lagi Maha Adil
3. Adalah Allah Maha Tahu lagi Maha Adil

Jika dilanjutkan, ke bentuk fi'il amr (perintah): berubah menjadi

كن - kun : Jadilah (engkau)!

Kalau patokan utama kita KAANA ditarjamah "adalah", maka bentuk perintah dari KAANA menjadi "Adalah!" atau "Senantiasalah!", yang bisa diartikan sebagai perintah untuk menjadi ke dalam sesuatu kondisi. Oleh karena itu fi'il amr-nya (yaitu كن ): selalu diterjamahkan "Jadilah!"

'Ala kulli haal, kata KAANA itu selalu menceritakan tentang kondisi atau situasi.

Jadi kalau yang ditanyakan:
Saya kesulitan mengartikan "Lam Yakun" Kalau harfianya kan "Tidak akan menjadi(dia sedang/akan membuat menjadi jadi)" tapi kok susah banget nyambungin dengan terjemahan diatas?


Maka kalau mau diperhalus, dapat ditarjamah: tidak akan menjadi dalam kondisi sesuatu (dia).

Nah kata (dia) ini perlu di curigai, apakah betul (dia) atau (mereka). Mengapa?

Karena kata kerja dalam bahasa arab jika diawal kalimat tidak menggambarkan jumlah pelaku (selalu orang ke 3 tunggal).

Contoh:

المسلمون يذهبون : al-muslimuuna yadzhabuuna - Orang-orang muslim telah pergi.

Kalau kata kerjanya kita kedepankan, maka kata kerjanya berubah menjadi orang ke 3 tunggal.

يذهب المسلمون : yadzhabu al-muslimuuna - Orang-orang muslim telah pergi.

Jadi dugaan dari Pak Amril:

"Tidak akan menjadi(dia sedang/akan membuat menjadi jadi)"


masih kurang pas, karena kata yang dalam kurung (dia), semestinya dilihat dulu kedepan.

Ternyata didepannya ada kata الذين : alladziina - mereka yang.

Artinya kata YAKUN disini, walau secara individual merujuk kepada (dia - satu orang [he]), akan tetapi karena letaknya diawal kalimat, maka kita lihat dulu, kata kerja YAKUN ini menjelaskan kondisi siapa? Ternyata yang dijelaskan kondisi orang-banyak (mereka [they]). Maka lebih tepat YAKUN ini kita tarjamah: tidak akan mereka menjadi dalam kondisi tertentu. Lihat bahwa subjeknya adalah "mereka", bukan "dia".

Nah, untuk memperhalus tarjamah kita, ingat lagi teori KAANA: Setiap ada KAANA, pasti (atau biasanya selalu) ada MUBTADA (subjek) dan KHOBAR (prediket) setelahnya.

Kalau kita lihat ayatnya:

لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ مُنْفَكِّينَ حَتَّى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ

Maka Mubtada berawal dari alladziina kafaruu min ahlil kitaabi wal musyrikiina.

Itulah mubtada (subjek)nya. Lalu mana Khobar (prediket)nya?

Prediketnya adlaah kata منفكين - munfakkiina : tercerai, terbuka, terlepas, terurai (Kamus Muh. Yunus).

Akar kata dari منفكين adalah فكّ - fakka, yang artinya menanggalkan, melucuti, menceraikan (Kamus Muh. Yunus).

Lalu mendapat imbukah alif nun, menjadi انفكّ - in fakka (LIHAT PEMBAHASAN KKT-6). Kata infakka ini artinya: tercerai, terbuka, terlepas, terurai.

Sebagai tambahan informasi untuk KKT-6, biasanya tarjamah KKT-6 ke bahasa kita mudahnya dengan menambah awalan ter-KataKerja. Contoh: كسر - kasara: pecah, maka انكسر - inkasara: terpecahkan (tidak sengaja pecah).

Nah kata انفكّ - infakka ini jika diteruskan tashrifnya pada bentuk isim fa'il (pelaku) menjadi منفك - munfakki (orang yang terlepas, orang yang tercerai [dari suatu tempat / keadaan]). Dan karena bentuknya jamak maka menjadi munfakkina (orang-orang yang terlepas).

Sehingga, jika di terjamahkan secara lengkap, dengan pemaknaan khobar dan mubtada yang sudah disusun ulang:

Tidak akan menjadi dalam keadaan terlepas (dari keyakinannya) mereka - orang-orang kafir itu yaitu dari gologan ahli kitab dan orang-orang musyrik, sampai datang kepada mereka al-bayyinah.

Demikian kira-kira penjelasannya. Semoga dapat dimengerti.

Allahu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar